Langsung ke konten utama

Dear Bodyguard - Riawani Elyta

       


 Cerita tentang seorang pengawal pribadi bukan hal baru di dunia ini. Dulu saya pernah menonton film Jet Li dengan judul Bodyguard from Beijing, sebuah film yang sangat saya suka. Bahkan ketika berpuluh-puluh kali ditayangkan di salah satu stasiun TV saya tidak pernah bosan menontonnya. Kemudian di Amerika sana juga ada film yang berjudul The Bodyguard, saya hanya menontonnya separuh. Tidak sampai selesai. Namun, walau bukan cerita baru di dunia ini, tapi ketika cerita seperti ini dijadikan novel oleh penulis Indonesia menjadi sesuatu yang baru. Jarang yang mengangkat setting pekerjaan tokohnya seorang bodyguard. Kalau bankir, dokter, penulis, chef sudah banyak kita temukan.

Adalah Aline, seorang pengawal pribadi yang kemudian dikontrak untuk menjadi pengawal seorang artis bernama Jenny Miriam. Teddy, kakaknya Jenny, menjelaskan kenapa Aline perlu seorang pengawal. Alasannya karena Jenny sering mendapatkan terror dari mantan suaminya, Frans. Alasan terror yang dilakukan Frans karena menuduh Jenny bukan ibu yang bertanggung jawab. Walaupun pengadilan memutuskan hak asuk anak Frans dan Jenny yang bernama Lolita jatuh ke tangan Jenny.


Menjadi pengawal Jenny ternyata tak semulus seperti pekerjaan Aline sebelumnya. Dia merasakan sesuatu beda terutama ketertutupan kliennya yang tidak mau melibatkan polisi untuk pengamanan. Kemudian juga ada teror yang diterima Aline, baik dengan serangan langsung atau pun surat kaleng. Juga tentang informasi yang diterima Aline kalau klien-nya diindikasikan punya bisnis hitam. Informasi yang dia terima dari Kevin, seorang detektif swasta.

Membaca novel ini kita dibawa masuk ke dalam cerita. Menebak apa yang terjadi selanjutnya dengan Aline, dan siapa dalang dibalik teror yang diterima Aline. Begitupun dengan bisnis hitam Frans, juga penyelidikan Kevin. Novel tebal ini kemudian merunut penyelesaian satu per satu pada konflik yang terjadi di dalamnya.

Penulisnya pun memasukkan  pesan kebaikan dalam ceritanya dengan cara yang halus dan mulus masuk dalam cerita. Seperti yang tertulis pada halaman 22 : Satu hal yang tak dia sukai, hampir semua kliennya seolah-olah menggantungkan rasa aman itu hanya kepada mereka. Para pengawal sewaan sepertinya. Padahal, rasa aman itu seharusnya mereka gantungkan kepada Tuhan.

Dan satu hal yang terasa mengganjal buat saya adalah saat Aline dan anak angkatnya nonton di bioskop. Sebelum nonton mereka belanja makanan dulu di supermarket. Entah lain ladang, lain belalang, lain daerah lain juga kebiasaan di sana, tapi sejauh pengalaman saya selama ini menonton di bioskop, penonton tidak boleh membawa makanan dari luar ke dalam bioskop. Makanan bisa dibeli di café bioskop tersebut.

Di salah satu bioskop malah memeriksa tas bawaan penonton sebelum masuk studio. Jika, ada makanan diminta dititipkan di loker. Tapi, saya pernah sih berhasil menyelundupkan makanan. Dengan membawa tas yang bagian bawahnya diisi makanan dan kemudian di atasnya di taruh mukena. Hihihi… Beberapa kali enggak ketahuan kok :p Mungkin Nia dan Aline juga melakukan hal yang sama atau petugas tak ambil pusing dengan barang bawaan penonton.

Seperti Bodyguard from Beijing yang dulu saya tonton, walaupun banyak dengan adegan dor-dor dan ciat-ciat  tapi tidak seru tanpa ada unsur romance-nya. Begitupun juga dengan novel Dear Bodyguard ini. Ada sedikit romansa di sana, yang walaupun tidak terlalu kental namun cukup membuat cerita berjalan manis. Apalagi endingnya. Hahaha… Lagi-lagi, saya merasa ‘terhangatkan’ dengan ending yang ditulis penulis satu ini setelah The Coffee Memory.

Dan entah emang disengaja atau tidak, mbak Riawani Elyta sepertinya suka sekali menjadikan tokoh wanitanya berada di antara 2 pria. Ya, enggak masalah sih, saya senang baca kalau wanita jadi rebutan. Hahaha… Tapi sesekali jadikan jadi rebutan 3 atau 4 pria gitu. Tidak hanya 2 orang. Hehehe….

Judul               : Dear Bodyguard
Penulis            : Riawani Elyta
Penyunting    : Pratiwi Utami
Penerbit         : Bentang Pustaka
Tahun Terbit  : 2013
Tebal Buku     : vi + 346 Halaman



Komentar

  1. thank you Yanti reviewnya, nanti deh gantian bikin 1 pria dgn 3-4 wanita, xixixi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahahaha... Ditunggu, Mbak. Novel pria jadi rebutan. Hihihi....

      Hapus
  2. Makasih Mba Yanti, bisa dicari nanti pas ke toko buku. Huehehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2, Mas Dani. Semoga masih ada di Tobuk :-)

      Hapus

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda

Postingan populer dari blog ini

Ketika Seorang Anak Punya Ibu Tiri dan Ibu Kandung

"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja..." Itu lirik lagu kan ya? Lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita. Sehingga anggapan tentang ibu tiri itu selalu jahat juga seperti sesuatu yang mutlak. Belum lagi banyak cerita-cerita rakyat yang berkisah tentang kejamnya ibu tiri. Sebut saja Bawang Merah Bawang Putih, atau kalau dari daratan eropa ada yang namanya Cinderella. Kisah-kisah tersebut juga mampir di telinga anak-anak zaman sekarang. Sama saja lah dengan anak-anak zaman saya dulu yang beranggapan ibu tiri itu kejam binti jahat. Maka sebuah novel anak yang berjudul Aku Sayang Bunda, mendobrak pemikiran-pemikiran tersebut. Terlebih dengan sasarannya yang ditujukan untuk anak-anak.

Ketika Anak Kecil Jadi Pengusaha

   Dalam membaca buku anak, saya lebih suka membaca buku anak yang ditulis orang dewasa. Walaupun ketika membacanya, kadang tercetus dalam benak saya, kalau si anak yang menjadi tokoh itu kadang terlalu dewasa melebihi usianya. Tapi, toh namanya anak-anak zaman sekarang ya, Bok. Saya aja sering takjub dengan celutukan adek sepupu saya yang berusia 5 tahun. Kadang celutukannya udah kayak orang gede aja.    Saat membaca Reisha Si Pengusaha Cilik saya juga beberapa kali merasa, ih, ini omongan Reisha kok nggak seperti anak kelas 1 SD. Tapi, ternyata keheranan itu tidak hanya terjadi pada saya. Mamanya Reisha aja suka takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut Reisha. Semisal nih waktu Reisha berkata : “Aku punya rival dagang, Ma.” Mama pun dengan ketakjubannya berujar dalam hati. Rival? Di mana pula bocah kecil itu mendengar kata tersebut? (Hal 50)    Ada penjelasan di narasi juga yang menurut saya sedikit terlalu dewasa untuk ukuran buku anak. Seperti ketika menjela...

Kalap Buku (Penimbun atau Pembaca?)

Akhir tahun kemarin saya meniatkan untuk tidak membeli buku dulu sampai bulan maret. Boro-boro sampai bulan maret, baru awal januari saja saya sudah beli 2 buku di Gramedia Balikpapan. Citra Rashmi dan Metropolis. Dann trus kesengsem dengan promo salah satu teman penulis saya kak Adya Pramudita yang menjual buku beliau dengan tawaran khusus free ongkir seluruh Indonesia. Wuiiih, saya nggak pengin dong melewatkan kesempatan itu. Apalagi beli di penulisnya langsung bisa dapat ttd. Akhirnya beli lah saya buku itu. Niatan buat puasa beli buku tinggal isapan jempol belaka. Tapi, saya masih berniat tuh untuk menahan beli buku. Tapi, pas minggu kemarin saya ke Balikpapan dan selalu menyempatkan mampir di Gramedia, pandangan saya langsung tertuju pada promo buku murah dengan embel-embel 'buku murah dari 5000 s/d 20000' dan 'buku murah dari 10000 s/d 50000'.