Langsung ke konten utama

Elegi Wanita dalam Dunia yang Sunyi


Latifah adalah seorang gadis yang tidak dapat menangkap suara kecuali sumber suara itu ditempelkan di telinganya. Karena tidak bisa mendengar, Latifah juga tidak bisa bicara. Tapi Latifah peka menangkap gerak tubuh dan raut wajah. Latifah pun selalu ingin meringankan beban orang yang disayanginya. Dia selalu membantu ibunya berjualan kue. Latifah menghafal warna mata uang dengan cermat. Uang seribu berwarna putih dan biru. Ada gambar laki-laki berjanggut, dengan kain disampirkan di pundaknya yang tak berbaju. Tapi dengan keterbatasan yang dimilikinya, Latifah kerap diolok-olok dan ditertawakan oleh anak-anak dan juga dicurangi oleh para pembelinya. 

Tiara adalah seorang Guru di SD Inpres Sangkulirang. Sangkulirang adalah sebuah kota kecamatan di provinsi Kalimantan Timur. Terletak di Tanjung Mangkaliat, yang bentuknya menjorok ke laut laksana paruh pada peta Kalimantan (Halaman 20). Sepuluh tahun yang lalu, daerah di pelosok Kalimantan itu hanya bisa dicapai dengan menggunakan kapal dari Samarinda.


Tiara yang merasa dirinya kalah cemerlang dari kedua kakaknya ingin hidup mandiri dengan menjadi Guru SD di Sangkulirang. Meninggalkan rumahnya di Samarinda. Di sanalah dia bertemu Latifah yang ketika melihat Tiara, Latifah begitu ketakutan. Pengalaman dimarahi dan tak diizinkan sekolah saat dia masih kecil membuat Latifah takut dengan sosok ibu guru. Sekolah adalah tempat terlarang bagi Latifah. Kehadirannya, walau hanya berdiri di kejauhan, tidak diperbolehkan. (Halaman 82). Tapi dengan ketulusan Tiara, dia berhasil menjadi sahabat yang baik buat Latifah. Mengajari Latifah mengenal huruf demi huruf, mengejanya dengan bantuan tape recorder agar Latifah bisa membaca. 

Sementara Yan adalah seorang lelaki laut yang beberapa kali menolong Latifah. Yan dibesarkan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis. Bapaknya kerap melukai ibunya dan membuat Yan selalu ingin melindungi wanita yang tersakiti, termasuk Latifah. Namun, sikap temperamental yang diwariskan bapaknya juga mengalir deras di tubuh Yan. Yan sering tidak bisa mengontrol emosinya sendiri. Melukai orang-orang yang sebenarnya baik padanya, termasuk nakhoda kapalnya yang kemudian menurunkannya di sebuah dermaga di Sangkulirang. Di sanalah dia jatuh iba dengan Latifah dan ingin melindungi gadis itu. Hal yang kemudian ditangkap oleh seorang kerabat baik keluarga Latifah dan menawari Yan untuk menikahi gadis berkebutuhan khusus itu. 

Babak baru kehidupan Yan dan Latifah dalam pernikahan pun dimulai. Latifah dengan segala keterbatasannya ingin memberikan bakti dan cintanya pada sang suami. Tapi, Yan, lelaki laut itu tak punya kesabaran yang luas dalam menghadapi Latifah. Yan kembali berubah menjadi temparemental. Menyakiti Latifah tidak hanya dengan sikap tapi juga menyakiti fisik Latifah. Ketika ditawarkan untuk melaporkan ke pihak yang berwajib, Latifah menolak. “Yan itu suamiku, jantungku. Dia yang melindungiku,” kata Latifah dengan isyarat tangannya. (Halaman 184)

Saat Latifah hamil, Yan justru pergi menjadi nakhoda kapal dengan ditemani seorang gadis yang memang menyukai Yan. Hal yang membuat Latifah semakin terluka ketika mengetahui kabar tersebut. Begitu pun saat Yan kembali melukainya secara fisik dan diamankan pihak yang berwajib, Latifah mencabut pengaduannya. Di balik keterbatasan yang dia miliki, Latifah selalu punya hati seluas samudera. Cobaan dalam kehidupan yang terus dialami Latifah tak pernah membuat dia mendendam. Selalu ada maaf yang dia sediakan untuk orang-orang yang menyakitinya.

Yan adalah laki-laki dengan kepribadian yang retak. Dia selalu ingin berubah untuk menjadi lebih baik. Penyesalan selalu muncul setelah menyakiti Latifah. Namun, saat akal kembali dibutakan amarah, penyesalan itu sirna tak bersisa. Hal yang sangat menyiksa bagi Yan. (Halaman 237)

Di saat Latifah sedang bergelut dengan urusan rumah tangga yang tak seindah bayangannya, Tiara berjuang agar murid-muridnya bisa mengikuti lomba bidang studi di kabupaten. Tapi keraguan justru muncul dari guru yang lain. Mereka merasa bahwa mengikuti lomba di kabupaten adalah mimpi yang ketinggian. “Ah, mimpi ketinggian itu, Bu. Siapakah kita ini? Hanya sebuah sekolah di sebuah desa kecil di pelosok,” kata salah seorang guru. 

Wanita di Lautan Sunyi menyajikan cerita bagaimana keterbatasan tidak seharusnya menjadi kendala dalam menghadapi segala tantangan dalam kehidupan. Pada sosok Latifah, kita bisa belajar bahwa dengan keterbatasannya, dia juga manusia yang mempunyai hati dan perasaan juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Begitu juga dengan cerita perjuangan Tiara untuk membawa murid-murid terbaiknya berkompetisi walaupun berasal dari desa terpencil. Novel yang mengambil latar tempat di sebuah daerah bernama Sangkulirang di Kalimantan Timur juga membuat pembacanya mengenal daerah tersebut.


***

Judul :  Wanita di Lautan Sunyi
Penulis             :  Nurul Asmayani
Penerbit :  PT Elex Media Komputindo
Tebal Buku      :  356 Halaman 
Tahun Terbit :  2014
ISBN             :  9786020236131



Komentar

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda

Postingan populer dari blog ini

Ketika Seorang Anak Punya Ibu Tiri dan Ibu Kandung

"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja..." Itu lirik lagu kan ya? Lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita. Sehingga anggapan tentang ibu tiri itu selalu jahat juga seperti sesuatu yang mutlak. Belum lagi banyak cerita-cerita rakyat yang berkisah tentang kejamnya ibu tiri. Sebut saja Bawang Merah Bawang Putih, atau kalau dari daratan eropa ada yang namanya Cinderella. Kisah-kisah tersebut juga mampir di telinga anak-anak zaman sekarang. Sama saja lah dengan anak-anak zaman saya dulu yang beranggapan ibu tiri itu kejam binti jahat. Maka sebuah novel anak yang berjudul Aku Sayang Bunda, mendobrak pemikiran-pemikiran tersebut. Terlebih dengan sasarannya yang ditujukan untuk anak-anak.

Ketika Anak Kecil Jadi Pengusaha

   Dalam membaca buku anak, saya lebih suka membaca buku anak yang ditulis orang dewasa. Walaupun ketika membacanya, kadang tercetus dalam benak saya, kalau si anak yang menjadi tokoh itu kadang terlalu dewasa melebihi usianya. Tapi, toh namanya anak-anak zaman sekarang ya, Bok. Saya aja sering takjub dengan celutukan adek sepupu saya yang berusia 5 tahun. Kadang celutukannya udah kayak orang gede aja.    Saat membaca Reisha Si Pengusaha Cilik saya juga beberapa kali merasa, ih, ini omongan Reisha kok nggak seperti anak kelas 1 SD. Tapi, ternyata keheranan itu tidak hanya terjadi pada saya. Mamanya Reisha aja suka takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut Reisha. Semisal nih waktu Reisha berkata : “Aku punya rival dagang, Ma.” Mama pun dengan ketakjubannya berujar dalam hati. Rival? Di mana pula bocah kecil itu mendengar kata tersebut? (Hal 50)    Ada penjelasan di narasi juga yang menurut saya sedikit terlalu dewasa untuk ukuran buku anak. Seperti ketika menjela...

Kalap Buku (Penimbun atau Pembaca?)

Akhir tahun kemarin saya meniatkan untuk tidak membeli buku dulu sampai bulan maret. Boro-boro sampai bulan maret, baru awal januari saja saya sudah beli 2 buku di Gramedia Balikpapan. Citra Rashmi dan Metropolis. Dann trus kesengsem dengan promo salah satu teman penulis saya kak Adya Pramudita yang menjual buku beliau dengan tawaran khusus free ongkir seluruh Indonesia. Wuiiih, saya nggak pengin dong melewatkan kesempatan itu. Apalagi beli di penulisnya langsung bisa dapat ttd. Akhirnya beli lah saya buku itu. Niatan buat puasa beli buku tinggal isapan jempol belaka. Tapi, saya masih berniat tuh untuk menahan beli buku. Tapi, pas minggu kemarin saya ke Balikpapan dan selalu menyempatkan mampir di Gramedia, pandangan saya langsung tertuju pada promo buku murah dengan embel-embel 'buku murah dari 5000 s/d 20000' dan 'buku murah dari 10000 s/d 50000'.