Langsung ke konten utama

Menjadi Jomblo dengan Bahagia


 
Jomblo, Prinsip atau Nasib?
Menjadi jomblo atau tanpa pasangan dalam era media sosial dewasa ini kerap menjadi bahan olok-olok. Jombo seperti sebuah status yang memilukan dan tidak bisa melihat keindahan dunia hanya karena tidak punya pasangan. Padahal kesendirian juga bukan sebuah aib. Tanpa pasangan bukan alasan untuk terus merutuki keadaan, bukankah matahari juga sendiri dan dia tetap bersinar?

            Sebuah buku yang berjudul Jomblo Prinsip atau Nasib memuat kisah-kisah tentang jomblo. Kisah dalam buku ini terbagi menjadi 2 bagian, bagian pertama berjudul ‘Ya Jomblo Ya Nasib’ yang memuat 6 kisah para jomblo yang gagal menjalin asmara. Melewati luka dan sakitnya hati saat harus mengalami yang namanya patah hati. Namun, dibalik kekecewaan dan kemarahan mereka mencoba mengambil hikmah yang terjadi dalam kehidupan.


Seperti cerita yang dituturkan dengan manis oleh Shabrina WS, tentang Seruni yang tinggal di pedesaan, jauh dari hiruk pikuk kota. Di kampung tempat Seruni tinggal di tahun itu, jatuh cinta tak jauh dari orang-orang di sekitar situ. Menikah dengan tetangga sendiri adalah hal biasa. Maka dalam satu desa itu memang satu sama lain terkait hubungan keluarga.

Seruni yang biasa berpas-pasan dengan seorang pemuda bernama Pring pun merasakan perasaan indah di hatinya. Pring adalah kakak kelas Seruni saat sekolah. Suatu hari Pring memberikan sebuah surat yang berisi lirik lagu yang mewakili perasaannya pada Seruni. Seruni pun merasa seperti terbang ke langit. Perasaannya ternyata tak bertepuk sebelah tangan. Mereka pun sering berbalas surat. Namun, suatu hari harapan Seruni pada kehidupannya di masa yang akan datang bersama Pring hancur berantakan.

Saat itu di desa Seruni, hitungan weton atau nilai angka yang disematkan pada tiap-tiap hari dan pasaran adalah hal yang tidak bisa ditinggalkan saat akan melangsungkan pernikahan. Dan hitungan weton Seruni dan Pring tidak cocok yang membuat pernikahan impian mereka kandas. Pring pun pergi merantau selepas gagalnya pernikahan itu. Sementara Seruni juga pergi dari desa dan bekerja menjadi ibu rumah tangga.

Bertahun-tahun Seruni pun memilih jalan untuk tetap hidup sendiri. Sampai suatu hari dia mendengar Pring datang kembali ke desa mereka. Tapi Pring tidak sendiri, dia datang bersama istri dan dua orang anaknya. Dulu Seruni mengira dia akan sekarat kalau mendengar Pring bersanding dengan wanita lain, tapi ternyata perkiraan Seruni salah. Seruni justru merasa bebas dari perasaannya pada Pring.

Pada akhirnya Seruni bertemu jodohnya walau pernikahan Seruni juga tak lepas dari perbincangan orang di kampung. Kalau dulu Seruni menjadi bahan pembicaraan karena menjadi perawan tua. Setelah menikah pembicaraan bergeser, tentang seorang perempuan tua dan jejaka tua yang terlambat menikah dan hidup kesepian tanpa keturunan.

Namun Seruni meyakini hidup bukan tentang omongan orang, tetapi tentang waktu yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. (Halaman 76)


Sementara bagian kedua kisah dalam buku ini berjudul Saya Jomblo, Saya Bahagia. Dalam bab ini memuat 6 kisah tentang para jomblo yang memegang prinsip mereka untuk memegang teguh kesucian diri dan hati hingga jodoh datang menjemput. Dipadukan dengan tips-tips buat jomblo dalam beberapa pergantian cerita membuat buku ini semakin berisi dan menarik untuk dinikmati. Buku ini tidak mengarahkan seseorang untuk hidup sendiri sepanjang masa. Tapi juga ada tips untuk mejemput jodoh yang telah dipersiapkan olehNya untuk kita. 

Komentar

  1. Wah, ada tips buat jomblo menjemput jodoh juga ya, mba. :D Penasaran tipsnya, hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda

Postingan populer dari blog ini

Ketika Seorang Anak Punya Ibu Tiri dan Ibu Kandung

"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja..." Itu lirik lagu kan ya? Lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita. Sehingga anggapan tentang ibu tiri itu selalu jahat juga seperti sesuatu yang mutlak. Belum lagi banyak cerita-cerita rakyat yang berkisah tentang kejamnya ibu tiri. Sebut saja Bawang Merah Bawang Putih, atau kalau dari daratan eropa ada yang namanya Cinderella. Kisah-kisah tersebut juga mampir di telinga anak-anak zaman sekarang. Sama saja lah dengan anak-anak zaman saya dulu yang beranggapan ibu tiri itu kejam binti jahat. Maka sebuah novel anak yang berjudul Aku Sayang Bunda, mendobrak pemikiran-pemikiran tersebut. Terlebih dengan sasarannya yang ditujukan untuk anak-anak.

Ketika Anak Kecil Jadi Pengusaha

   Dalam membaca buku anak, saya lebih suka membaca buku anak yang ditulis orang dewasa. Walaupun ketika membacanya, kadang tercetus dalam benak saya, kalau si anak yang menjadi tokoh itu kadang terlalu dewasa melebihi usianya. Tapi, toh namanya anak-anak zaman sekarang ya, Bok. Saya aja sering takjub dengan celutukan adek sepupu saya yang berusia 5 tahun. Kadang celutukannya udah kayak orang gede aja.    Saat membaca Reisha Si Pengusaha Cilik saya juga beberapa kali merasa, ih, ini omongan Reisha kok nggak seperti anak kelas 1 SD. Tapi, ternyata keheranan itu tidak hanya terjadi pada saya. Mamanya Reisha aja suka takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut Reisha. Semisal nih waktu Reisha berkata : “Aku punya rival dagang, Ma.” Mama pun dengan ketakjubannya berujar dalam hati. Rival? Di mana pula bocah kecil itu mendengar kata tersebut? (Hal 50)    Ada penjelasan di narasi juga yang menurut saya sedikit terlalu dewasa untuk ukuran buku anak. Seperti ketika menjela...

Novel yang Berkisah Tentang Poligami

Kebahagiaan dalam pernikahan adalah harapan setiap insan yang menikah. Mereka berharap pasangan dalam hidupnya adalah yang pertama dan terakhir serta hanya maut yang bisa memisahkan. Hal itu juga dialami oleh Arini. Arini yang menyenangi dunia dongeng selalu menganggap hidupnya pun akan berakhir bahagia seperti dongeng-dongeng yang selama ini ia ketahui. Happily Ever After. Semuanya semakin sempurna saat Arini menemukan sang pangeran yang membangun istana cinta bersamanya. Pras, adalah lelaki baik hati itu. Bersama Pras, Arini dikaruniai tiga anak-anak yang cerdas. Karier Arini sebagai penulis pun terus berjalan.