Langsung ke konten utama

Mencintai Buku, si Teman Belajar


Buku adalah jendela dunia. Ketika seseorang membaca buku maka dia bisa mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia lain walaupun tidak sedang berada di sana. Dengan membaca buku seseorang bisa mendapatkan banyak informasi dan memperoleh pemahaman baru. Buku juga menjadi jalan bagi penulis untuk menyampaikan gagasan ke banyak pihak tanpa perlu bicara secara lisan. Sejak duduk di sekolah dasar, buku adalah teman belajar kita.

            Padi, seorang lelaki paruh baya sangat mencintai buku. Padi masih menyimpan buku koleksinya sejak masih SD. Buku-buku koleksinya menempati sebuah ruang berukuran 4x4 meter di rumahnya. Suatu hari saat Padi kembali ke rumah, dia mendapati rak bukunya kosong. Buku-buku koleksinya telah dijual oleh bapaknya. Padahal Padi selalu berkata buku-bukunya tidak dijual.


            Penjualan sepihak oleh sang bapak memicu keributan antara bapak dan anak tersebut. Bapaknya bersikukuh kalau buku-buku itu hanya barang bekas yang memenuhi rumah dan sudah saatnya disingkirkan. Sementara bagi Padi, tidak pernah ada buku yang menjadi bekas. Dia akan selamanya menjadi buku yang dapat dibaca oleh siapa pun. (Halaman 21)

            Kecintaan Padi pada buku memang luar biasa, Padi pun masih menyimpan buku-buku pelajaran SD. Buku-buku pelajaran adalah saksi bisu perjuangan bagi para murid sekolah. Ketika mereka dewasa, telah bekerja, telah menemui takdir masing-masing, telah berkeluarga, bahkan melanglang buana ke seluruh penjuru dunia, mereka akan ingat bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh sekarang dulunya berawal dari sebuah titik. Buku-buku itu akan membantu mereka mengambil memori ketika mereka masih bersekolah. (Halaman 22)

            Gading, putra Padi pun memutuskan untuk mengejar buku-buku ayahnya yang tidah seharusnya dijual. Bersama sepupunya yang bernama Kingkin, Gading memulai pencarian. Pertama kali mereka mendatangi pengepul barang bekas yang mengangkut buku dari rumah. Tapi begitu sampai di sana, buku-buku itu telah dibawa menuju satu sekolah swasta. Di sekolah tersebut, Gading hanya mendapati dua karung buku, padahal buku ayahnya yang dijual ada lima karung.

            Tidak cukup sampai di situ, Gading dan Kingkin juga dilanda dilema karena buku-buku itu memang diperlukan di sekolah tersebut untuk mengisi ruang perpustakaan. Cukup sulit buat sekolah tersebut memiliki sebuah perpustakaan lengkap karena tidak ada dana dari pemerintah. Tahun itu, sekolah tersebut mendapat tambahan dana dari donatur sehingga dapat menganggarkan dana untuk membeli buku walaupun hanya buku bekas. (Halaman 67)

Pak Saidi, guru sekolah tersebut menaruh perhatian besar terhadap ketersediaan buku di perpustakaan.  Bagi Pak Saidi, pendidikan tanpa membaca ibarat ruh tanpa raga. Jika pendidikan tidak membiasakan anak-anak untuk gemar membaca, mereka tidak akan menjadi manusia sempurna meskipun ketika dewasa menjadi orang penting. Ada banyak kisah keteladanan dalam buku-buku sastra. Ada banyak informasi penting dalam buku-buku ensiklopedia. Ada banyak ilmu dalam buku-buku pengetahuan. Semua yang tertulis di buku dapat mereka jadikan guru. Guru-guru yang secara fisik berada di hadapan mereka akan membantu memahami apa-apa yang terdapat dalam buku. (Halaman 74)

            Setelah mendapatkan informasi kalau buku lainnya dijual ke kota kabupaten, Gading memutuskan mencarinya ke kota kabupaten. Sedangkan Kingkin menunggu di madrasah dengan dua karung buku. Hari sudah gelap saat Gading tiba di sana. Atas bantuan penjaga sekolah, Gading akhirnya berhasil mendapatkan buku-buku tersebut. Buku-buku akan dibawa pulang ke rumah Padi dari tempat Gading dengan tiga karung buku dan Kingkin dengan dua karung buku. Perjalanan mereka ternyata tidak berjalan mulus karena ada kendala yang menghadang di jalan. Tapi semua itu harus dilewati karena buku-buku itu tidak dijual.

Buku ini Tidak Dijual adalah sebuah novel yang memiliki tema yang unik dengan judul yang menarik, tentang seseorang yang sangat mencintai buku. Membaca kisah di dalamnya bisa memupuk kecintaan kita akan buku dan membaca. Seperti sebuah alasan yang dikemukakan ibunya Gading bahwa orang yang pandai adalah mereka yang banyak membaca buku. (Halaman 185)

***

Judul               : Buku Ini Tidak Dijual
Penulis             : Henny Alifah
Penyunting      : Mastris Radyamas
Penerbit           : Indiva
Tahun Terbit    : Cetakan Pertama, Maret 2015
ISBN               : 978-602-1614-48-8

Tebal Buku      : 192 Halaman

NB :
Resensi ini dimuat di Tribun Kaltim 6 Juli 2015. Judul awal yang saya kirim adalah Mencintai Buku dengan Segenap Jiwa kemudian diganti oleh redaksi menjadi Mencintai Buku, si Teman Belajar. Curhat dikit, waktu suami lihat resensi ini, beliau nanya, ini buku yang mana? hehehe... Saya membaca dan meresensinya memang saat LDR dengan suami. Jadi, dia enggak tahu tentang buku ini :D


Komentar

  1. Assalamu'alaikum, mbak saya ingin bertanya berapa lama jarak antara waktu mengirim resensi ke Tribun Kaltim sampai resensi mbak dimuat dan resensi dikirim ke alamat e-mail apa? Terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumsalam... Jarak waktunya ga tentu. Ada yang 3 hari, ada juga yg sampai satu bulan. Alamat emailnya red.minggu@gmail.com

      Hapus
    2. Waalaikumsalam... Jarak waktunya ga tentu. Ada yang 3 hari, ada juga yg sampai satu bulan. Alamat emailnya red.minggu@gmail.com

      Hapus

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda

Postingan populer dari blog ini

Ketika Seorang Anak Punya Ibu Tiri dan Ibu Kandung

"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja..." Itu lirik lagu kan ya? Lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita. Sehingga anggapan tentang ibu tiri itu selalu jahat juga seperti sesuatu yang mutlak. Belum lagi banyak cerita-cerita rakyat yang berkisah tentang kejamnya ibu tiri. Sebut saja Bawang Merah Bawang Putih, atau kalau dari daratan eropa ada yang namanya Cinderella. Kisah-kisah tersebut juga mampir di telinga anak-anak zaman sekarang. Sama saja lah dengan anak-anak zaman saya dulu yang beranggapan ibu tiri itu kejam binti jahat. Maka sebuah novel anak yang berjudul Aku Sayang Bunda, mendobrak pemikiran-pemikiran tersebut. Terlebih dengan sasarannya yang ditujukan untuk anak-anak.

Ketika Anak Kecil Jadi Pengusaha

   Dalam membaca buku anak, saya lebih suka membaca buku anak yang ditulis orang dewasa. Walaupun ketika membacanya, kadang tercetus dalam benak saya, kalau si anak yang menjadi tokoh itu kadang terlalu dewasa melebihi usianya. Tapi, toh namanya anak-anak zaman sekarang ya, Bok. Saya aja sering takjub dengan celutukan adek sepupu saya yang berusia 5 tahun. Kadang celutukannya udah kayak orang gede aja.    Saat membaca Reisha Si Pengusaha Cilik saya juga beberapa kali merasa, ih, ini omongan Reisha kok nggak seperti anak kelas 1 SD. Tapi, ternyata keheranan itu tidak hanya terjadi pada saya. Mamanya Reisha aja suka takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut Reisha. Semisal nih waktu Reisha berkata : “Aku punya rival dagang, Ma.” Mama pun dengan ketakjubannya berujar dalam hati. Rival? Di mana pula bocah kecil itu mendengar kata tersebut? (Hal 50)    Ada penjelasan di narasi juga yang menurut saya sedikit terlalu dewasa untuk ukuran buku anak. Seperti ketika menjela...

Novel yang Berkisah Tentang Poligami

Kebahagiaan dalam pernikahan adalah harapan setiap insan yang menikah. Mereka berharap pasangan dalam hidupnya adalah yang pertama dan terakhir serta hanya maut yang bisa memisahkan. Hal itu juga dialami oleh Arini. Arini yang menyenangi dunia dongeng selalu menganggap hidupnya pun akan berakhir bahagia seperti dongeng-dongeng yang selama ini ia ketahui. Happily Ever After. Semuanya semakin sempurna saat Arini menemukan sang pangeran yang membangun istana cinta bersamanya. Pras, adalah lelaki baik hati itu. Bersama Pras, Arini dikaruniai tiga anak-anak yang cerdas. Karier Arini sebagai penulis pun terus berjalan.