Bagi seorang remaja
memiliki impian adalah hal yang bisa membuatnya hidup terarah. Sejak dini remaja
yang memiliki impian akan menyusun langkah-langkah dan berjuang untuk meraih
impian tersebut. Seperti Kaliluna, seorang gadis berusia 17 tahun yang tertarik
dengan dunia panahan. Dia bertekad untuk bisa masuk seleksi SEA Games dalam
cabang olahraga memanah.
Kaliluna meluangkan waktunya
untuk berlatih lebih banyak dari biasanya. Saat teman-temannya sudah pulang dia
tetap berada di tempat latihan untuk berlatih. Namun, hal itu ternyata menjadi
petaka padanya. Saat berada di ruangan loker, seseorang yang menjadi petugas
kebersihan baru di tempat latihan menghancurkan mimpinya. Kaliluna mengalami
sebuah tragedi yang membuat semua impiannya hancur dan dia ingin lari dari
semua yang terjadi.
Salamanca adalah
pilihan tempat untuk Kaliluna pergi. Di sana ada ibu kandungnya yang meninggalkan
selama 17 tahun. Satu kenyataan yang baru diketahui Kaliluna saat ia remaja.
Saat itu ia melihat video dirinya ketika masih bayi. Dalam video tersebut dia
disusui oleh wanita lain yang tidak dia kenal. Mama Nadia yang selama ini
dikenal dan dianggapnya sebagai mamanya pun menjelaskan kalau Kaliluna bukan
anak kandungnya. (Halaman 61)
Kaliluna pun pergi ke
Salamanca bukan untuk membina hubungan baik dengan ibunya tapi karena dia ingin
melarikan diri dari perasaan sakit dan trauma akan tragedi yang dia alami. Saat
ibu kandungnya ingin menghibur dan bersama Kaliluna, Kaliluna menghindar dan
berkata “Aku kemari sebab kamu orang asing buatku. Berhentilah untuk peduli
padaku. Berhentilah bersikap seperti seorang ibu. Tetaplah jadi asing karena
itu membuatku lebih baik.” (Halaman 84)
Ada seorang pemuda yang
tertarik pada Kaliluna di Salamanca. Ibai, nama pemuda tersebut. Ibai adalah
seorang pemuda yang punya setumpuk masalah. Dia sedang berusaha mempertahankan
toko buku yang menjadi usaha dirinya untuk tidak dijual. Padahal orang-orang di
sekitarnya membujuk dirinya untuk menjual toko buku tersebut agar Ibai bisa
melanjutkan kuliah. Ibai berhenti melanjutkan pendidikannya karena dia ingin
menjaga ibunya yang sakit selepas ayahnya meninggal.
Tak sengaja Ibai mendengar
pembicaraan pamannya dengan ibu Kaliluna tentang tragedi yang dialami Kaliluna.
Hal yang membuat Ibai marah akan kejadian tersebut tapi juga bersemangat untuk
membantu Kaliluna bebas dari trauma itu. Walau awalnya Kaliluna menolak
kehadiran Ibai, tapi Ibai tak pernah menyerah.
Perlahan Kaliluna pun
membuka pintu persahabatan dengan Ibai. Ibai yang mengetahui kalau Kaliluna
dulu adalah seorang atlet panahan membawa Kaliluna ke lapangan panahan.
Ketakutan Kaliluna pada panah harus dilepaskan. Ibai berkata pada Kaliluna,
“Aku hanya ingin kamu menghadapi ketakutanmu. Hanya kamu yang tahu kapan
ketakutan itu akan muncul. Kamu harus kembali ke titik itu dan melawannya.”
(Halaman 190)
Selama ini Kaliluna
merasa ketakutan dengan panah dan busur yang dulu sangat dia akrabi. Ketakutan
Kaliluna seperti ular hitam dengan taring yang menyeramkan. Ibai membantu
Kaliluna menghadapi ketakutan itu dan meyakinkan Kaliluna bahwa ular tersebut
hanya bayangan dari ketakutan Kaliluna. “Ular itu tidak nyata. Aku tidak bisa
menyingkirkannya sebab hanya kamu yang bisa. Dia ketakutanmu. Dia tidak ingin
kamu bangkit. Jangan menyerah, kumohon jangan menyerah,” kata Ibai kepada
Kaliluna.(Halaman 201)
Tentu tidak mudah bagi
seorang remaja puteri berusia 17 tahun mengalami tragedi seperti yang dialami
Kaliluna. Novel ini menyajikan perjuangan Kaliluna yang dibantu oleh Ibai dalam
mengatasi ketakutan-ketakutannya untuk memandang masa depan dengan semangat. Pada
awal perjuangannya, Kaliluna masih meragu akan keputusannya untuk melawan ketakutannya
itu. Ibai pun terus meyakinkan Kaliluna dengan berkata, “Memulai sesuatu itu
memang berat. Percayalah setelah kamu memulai sesuatu kamu akan sadar bahwa ini
tidak seberat yang kamu bayangkan. (Halaman 196)
Mengambil latar tempat
yang tidak biasa yaitu Salamanca di Spanyol membuat pembaca bisa mendapatkan
informasi baru tentang tempat tersebut dengan membaca buku ini. Begitu juga
dengan kesenangan Kaliluna pada panahan, yang membuat pembaca juga bisa
mengenal dunia panahan. Bab pada novel ini pun diberikan judul sesuai dengan
tahapan dalam memanah yaitu Standing,
Nocking, Drawing, Holding, dan Loosing.
***
Data Buku :
Judul : Kaliluna, Luka di Salamanca
Penulis
: Ruwi Meita
Penyunting : Dyah Utami
Penerbit : Moka Media
Tebal
Buku : 270 + iv Halaman
ISBN
: 979-795-854-X
Tahun
Terbit : Cetakan Pertama, 2014
*Resensi ini dimuat di Tribun Kaltim 15 Maret 2015*
Komentar
Posting Komentar
Tulis Komentar Anda