Langsung ke konten utama

Mimpi Sejuta Dolar

                


Akhir desember kemarin saya menonton film Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar. Saya terkesan dengan film tersebut dan memang lebih baik menonton filmnya dulu baru baca bukunya. Jadi ketika menonton film tersebut, tidak sibuk membandingkan dengan bukunya. Tentang film Merry Riana saya ceritakan di sini.

                Sebenarnya ketika mengetahui kalau kisah romance di bukunya nyaris tidak ada sama sekali, saya agak berat membaca bukunya. Hahaha… Penggemar genre romance garis keras! Tapi karena di Komunitas Penimbun Buku salah satu tantangan membaca bulan ini adalah buku yang dijadikan film saya memutuskan memasukkan buku Merry Riana ini.


                Tahun 1998 saat kerusuhan pecah melanda Jakarta membuat keluarga Merry Riana (selanjutnya disebut MR) ketar ketir akan situasi Jakarta. Dengan alasan keamanan, MR akhirnya membatalkan niatan kuliah di Trisakti dan akan mengambil kuliah di NTU, Singapura. Alasan mengambil NTU itu salah satunya adalah karena ada dana pinjaman buat mahasiswa yang boleh dibayarkan saat bekerja nanti. MR pun melangkah ke Singapura dengan satu kesadaran kalau medan yang dia hadapi nanti tidak akan mudah. Kondisi keuangan keluarganya tidak terlalu bagus, uang saku yang diberikan papanya pun hanya sedikit.

Kenyataan itu diperparah karena ternyata pinjaman dari bank itu sangat kurang sekali untuk menghidupi hidupnya di Singapura. Hanya tersisa 10 dolar untuk makan seminggu. MR pun melakukan upaya penghematan. Makan mie buat sarapan pagi, roti tawar buat makan siang, dan malam makannya kadang-kadang. Kadang tidak makan, kadang ikut kegiatan organisasi yang ada makan-makannya. Setahun pertama kuliah dia lewati seperti itu, di tahun kedua MR mulai kuliah dengan membagi brosur. Kemudian bekerja di toko bunga, menjadi pelayan untuk pesta di hotel, main saham dan gagal total, ikut MLM dan juga gagal.

Selepas lulus kuliah, MR mulai berhitung untuk mewujudkan keinginannya yaitu kebebasan finansial di usia kurang dari 30 tahun. Dia seorang lulusan NTU, sarjana teknik elektro. MR menghitung gaji yang akan dia terima dan pengeluaran yang akan dikeluarkan. Semuanya tidak akan memenuhi mimpinya untuk punya banyak uang, padahal ada pinjaman biaya pendidikannya yang harus dia lunasi juga dan keinginan-keinginan lain yang ingin dia wujudkan.

Karena itulah dia dan Alva yang di kemudian hari menjadi suaminya, mengambil langkah berani untuk tidak bekerja di ranah teknik. Mereka bekerja menjadi sales asuransi. Kegagalan dan penolakan mewarnai kehidupan awal MR dan Alva menapaki karier. Apalagi cibiran dan omongan teman-teman serta orang lain terhadap keputusan mereka. Saat teman-temannya bekerja di perusahaan bonafide dan mendapatkan gaji ribuan dolar setiap bulan, MR dan Alva bergelut di stasiun MRT dan tempat-tempat umum lainnya di Singapura untuk mencari klien.

Disiplin dan kerja keras diterapkan keduanya yang kemudian mereka bisa meraih penghasilan sejuta dolar Singapura di usia 26 tahun.

***
Akhir tahun kemarin saya diserbu telpon dari pihak yang nawarin asuransi dan kartu kredit? Dari curhatan beberapa teman ternyata juga ada yang mengalami kejadian serupa. Kita eh saya mungkin sempat ngomel-ngomel betapa telpon mereka sangat menganggu, dikejar kayak orang punya hutang. Xixixi…. Dan baca deh buku ini, betapa Merry Riana begitu gigih untuk mendapatkan kata deal dari klien.

Pertama dia menggunakan strategi menelpon bermodalkan yellow pages, ketika merasa tak membuahkan hasil dia mendatangi rumah dan menawarkan ‘dagangannya’. Saat hasilnya juga tak memuaskan MR pun berjuang di jalanan, menawarkan asuransi di jalan karena di Singapura orang banyak berjalan kaki untuk pergi dan menuju ke suatu tempat. Penolakan demi penolakan mengisi hari-harinya. Bersama Alva, Merry menyusun strategi dan kemudian dia ketemu formulanya yaitu bekerja 14 jam dalam sehari dan harus presentasi sebanyak 20 kali dalam sehari. Dari pengalamannya dalam 20 kali presentasi itu, 5 orang menunjukkan minatnya, 3 orang bersedia bertemu kembali untuk diprospek dan akhirnya dari 3 orang itu, 1 orang deal.

Suatu ketika, Merry dilanda kebosanan dan kelelehan dan dia ingin berhenti untuk istirahat di rumah. Padahal hari itu dia belum presentasi pada 20 orang, Merry bilang dia akan merapel presentasinya esok hari. Tapi Alva mengingatkannya untuk disiplin dan jangan kendur. Sekali dia bertoleransi dengan targetnya maka esok dan esok hari dia akan bertoleransi lagi. Dan… plak! Benaaaar banget kata Alva, seru seseorang yang sering bertoleransi dengan target! Siapa? Saya!

Buku ini cocok dibaca oleh orang-orang yang bergelut di bidang marketing. Bagaimana Merry dan Alva menjaring klien. Tapi, buat yang tidak bergelut di bidang marketing juga bisa diambil kok inspirasinya. Misal nih yang mau serius nulis, tiap hari punya 20 ide cerita, dari 20 ide tulisan, 5 yang berhasil di eksekusi jadi tulisan, dari 5 yang dieksekusi, 3  yang jadi tulisan dan bisa dikirim ke media, dari 3 yang dikirim ke media 1 yang dimuat. Kalau itu dilakukan tiap hari bisa jadi dalam setahun ada 300 tulisan di media. Wow… Mimpi 300 tulisan. Hahaha…. Tapi ingat, bekerjanya 14 jam dalam sehari lhoooo…..

Terakhir, saya suka cara AE menuliskan biografi ini. Dengan menggunakan PoV 1, nyaman sekali buat dibaca.

Judul               : Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar
Penulis             : Alberthiene Endah
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit    : Cetakan ketiga, November 2011





Komentar

  1. Pake pov 1 berarti merry riananya ya yang narasiin pake 'aku' mbak? Belum baca dan belum nonton, padahal dah lama punya bukunya haha. Tapi kayaknya mau nonton dulu aja biar enak baca bukunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak Evy. Asyik kok bacanya. Dan memang lebih baik nonton filmnya dulu. Saya suka keduanya sih. Di film lebih berasa romancenya. Hehehe...

      Hapus

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda

Postingan populer dari blog ini

Ketika Seorang Anak Punya Ibu Tiri dan Ibu Kandung

"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja..." Itu lirik lagu kan ya? Lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita. Sehingga anggapan tentang ibu tiri itu selalu jahat juga seperti sesuatu yang mutlak. Belum lagi banyak cerita-cerita rakyat yang berkisah tentang kejamnya ibu tiri. Sebut saja Bawang Merah Bawang Putih, atau kalau dari daratan eropa ada yang namanya Cinderella. Kisah-kisah tersebut juga mampir di telinga anak-anak zaman sekarang. Sama saja lah dengan anak-anak zaman saya dulu yang beranggapan ibu tiri itu kejam binti jahat. Maka sebuah novel anak yang berjudul Aku Sayang Bunda, mendobrak pemikiran-pemikiran tersebut. Terlebih dengan sasarannya yang ditujukan untuk anak-anak.

Ketika Anak Kecil Jadi Pengusaha

   Dalam membaca buku anak, saya lebih suka membaca buku anak yang ditulis orang dewasa. Walaupun ketika membacanya, kadang tercetus dalam benak saya, kalau si anak yang menjadi tokoh itu kadang terlalu dewasa melebihi usianya. Tapi, toh namanya anak-anak zaman sekarang ya, Bok. Saya aja sering takjub dengan celutukan adek sepupu saya yang berusia 5 tahun. Kadang celutukannya udah kayak orang gede aja.    Saat membaca Reisha Si Pengusaha Cilik saya juga beberapa kali merasa, ih, ini omongan Reisha kok nggak seperti anak kelas 1 SD. Tapi, ternyata keheranan itu tidak hanya terjadi pada saya. Mamanya Reisha aja suka takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut Reisha. Semisal nih waktu Reisha berkata : “Aku punya rival dagang, Ma.” Mama pun dengan ketakjubannya berujar dalam hati. Rival? Di mana pula bocah kecil itu mendengar kata tersebut? (Hal 50)    Ada penjelasan di narasi juga yang menurut saya sedikit terlalu dewasa untuk ukuran buku anak. Seperti ketika menjela...

Kalap Buku (Penimbun atau Pembaca?)

Akhir tahun kemarin saya meniatkan untuk tidak membeli buku dulu sampai bulan maret. Boro-boro sampai bulan maret, baru awal januari saja saya sudah beli 2 buku di Gramedia Balikpapan. Citra Rashmi dan Metropolis. Dann trus kesengsem dengan promo salah satu teman penulis saya kak Adya Pramudita yang menjual buku beliau dengan tawaran khusus free ongkir seluruh Indonesia. Wuiiih, saya nggak pengin dong melewatkan kesempatan itu. Apalagi beli di penulisnya langsung bisa dapat ttd. Akhirnya beli lah saya buku itu. Niatan buat puasa beli buku tinggal isapan jempol belaka. Tapi, saya masih berniat tuh untuk menahan beli buku. Tapi, pas minggu kemarin saya ke Balikpapan dan selalu menyempatkan mampir di Gramedia, pandangan saya langsung tertuju pada promo buku murah dengan embel-embel 'buku murah dari 5000 s/d 20000' dan 'buku murah dari 10000 s/d 50000'.