Langsung ke konten utama

99 Cahaya di Langit Eropa



Buku ini memuat tentang catatan perjalanan Hanum selama menemani suaminya, Rangga, yang menempuh studi di Austria. Namun, buku itu berbeda dengan buku-buku traveling yang banyak beredar. Karena buku ini banyak menyibak tentang hal-hal di Eropa yang berkaitan dengan dunia Islam. Seperti yang disebut Hanum di halaman pembuka buku ini, hakikat sebuah perjalanan bukanlah sekadar menikmati keindahan dari satu tempat-tempat unik di suatu daerah dengan biaya semurah-murahnya. Menurut saya, makna sebuah perjalanan harus lebih besar daripada itu. Bagaimana perjalanan tersebut harus membawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi, memperluas wawasan sekaligus memperdalam keimanan.
 
Maka dimulailah perjalanan Hanum. Perjalanan yang awalnya dipandu oleh Fatma Pasha, seorang teman yang Hanum jumpai di tempat dia belajar kursus bahasa Jerman. Lewat Fatma, Hanum mendapatkan sebuah pelajaran penting tentang bagaimana membalas kejahilan dengan kebaikan, dan imbasnya sungguh berbeda ketimbang kekasaran dibalas dengan kekasaran *sambil menulis saya jadi malu sendiri karena saya tidak bisa seperti itu*



Menjadi agen muslim yang baik, itulah prinsip yang dipegang Fatma. Bagaimana menebarkan senyum dan kebaikan. Bagaimana senyum dan kebaikan itu yang kemudian membuat seseorang yang dikenalkan kepada Hanum kemudian memeluk Islam. Fatma kemudian menghilang tanpa jejak. Lewat seorang imam mesjid di Wina, Hanum berkenalan dengan seorang muslimah di Paris yaitu Marion. Marion yang kemudian menjadi guide perjalanan Hanum di Mesir, memberitahu tentang jejak-jejak Islam yang pernah ada di Eropa. 


Perjalanan selanjutnya adalah menelusuri jejak-jejak Islam di Spanyol. Cordoba dan Granada kemudian berlanjut ke Turki dan sebagai penutup adalah Mekkah. Ah, saya suka sangat sama buku ini. 


Sewaktu saya bercerita ke suami kalau saya sedang membaca buku ini, sidin batakun (beliau bertanya) pada saya, "Mana yang lebih bagus? Novel atau filmnya?"


"Keduanya sama bagusnya," jawab saya. Karena di novel kita bisa mendapatkan informasi lebih rinci dan penceritaan yang lebih komplit, yang terlalu ringkas diceritakan di film. Tapi di film kita bisa melihat langsung bangunan-bangunan, tempat-tempat yang diceritakan di novel. Di mana di novelnya ini foto-fotonya sedikit sekali. Jadi, 'lahap' saja keduanya untuk mendapatkan paket komplit : novel dan film.


Ada beberapa perbedaan antara novel dan film, seperti tokoh Marion yang di film diceritakan adalah teman dari Fatma, tapi di novel Marion dan Fatma tidak saling mengenal. Hanum mengenal Marion lewat seorang imam mesjid besar di Wina. Tidak ada juga Maarja yang diceritakan menggoda Rangga. Maarja hanya diceritakan sebagai sosok yang sering mengganggu Rangga, tapi bukan merayu. Tidak ada juga adegan saat ulang tahun Hanum yang bikin saya nangis bombay waktu menontonnya. Ahahahaa....


Tapi, spirit yang ada di filmnya, juga saya rasakan ada di novelnya. Menjadi agen muslim yang baik. Pada saat Hanum menuliskan : Aku jatuh cinta lagi pada Islam, saya juga merasakan hal yang sama. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa memiliki buku keren ini. Teringat saya ingin memilikinya sejak pertama kali keluar dan baru kesampaian sekarang :D

Oh iya, tentang kenapa Fatma menghilang dan tidak berkabar kepada Hanum, alasan di film agak susah saya terima, tapi ketika membaca novelnya saya sepenuhnya mengerti akan alasan Hanum. Tulisan saya tentang film yang part 2-nya aja sih ada di sini.

Endingnya juga sukses bikin saya merinduuu.... Melemparkan saya pada kenangan 6 tahun yang lalu. 


'Aku merasa, di sinilah tempat terindah yang pernah kulihat di dunia. Orang boleh terkagum-kagum dengan kecantikan Menara eiffel atau kemegahan Colosseum Roma. Tapi Kakbah dan masjidil Haram adalah keajaiban dunia yang sebenarnya.' (Halaman 383)


Esensi sejarah bukanlah hanya siapa yang menang dan siapa yang kalah. Lebih dari itu : siapa yang cepat belajar dari kekalahan dan kemenangan (Halaman 310)


Judul         :  99 Cahaya di Langit Eropa

Penulis     :  Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit     :  Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit     :  Cetakan pertama, Juli 2011 – Cetakan kesebelas, Februari 2013

Komentar

  1. Iya Ka...
    Keren bgt bukunya dan isinya 'berbobot' he..
    Jd pengen traveling jg keliling dunia jg sambil mengenal indahnya Islam di negara lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama banar, Lis. Aku juga jadi handak banar ke tempat2 yang dikisahakan di buku ini. Semoga terwujud. Aamiin... :D

      Hapus

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda

Postingan populer dari blog ini

Ketika Seorang Anak Punya Ibu Tiri dan Ibu Kandung

"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja..." Itu lirik lagu kan ya? Lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita. Sehingga anggapan tentang ibu tiri itu selalu jahat juga seperti sesuatu yang mutlak. Belum lagi banyak cerita-cerita rakyat yang berkisah tentang kejamnya ibu tiri. Sebut saja Bawang Merah Bawang Putih, atau kalau dari daratan eropa ada yang namanya Cinderella. Kisah-kisah tersebut juga mampir di telinga anak-anak zaman sekarang. Sama saja lah dengan anak-anak zaman saya dulu yang beranggapan ibu tiri itu kejam binti jahat. Maka sebuah novel anak yang berjudul Aku Sayang Bunda, mendobrak pemikiran-pemikiran tersebut. Terlebih dengan sasarannya yang ditujukan untuk anak-anak.

Ketika Anak Kecil Jadi Pengusaha

   Dalam membaca buku anak, saya lebih suka membaca buku anak yang ditulis orang dewasa. Walaupun ketika membacanya, kadang tercetus dalam benak saya, kalau si anak yang menjadi tokoh itu kadang terlalu dewasa melebihi usianya. Tapi, toh namanya anak-anak zaman sekarang ya, Bok. Saya aja sering takjub dengan celutukan adek sepupu saya yang berusia 5 tahun. Kadang celutukannya udah kayak orang gede aja.    Saat membaca Reisha Si Pengusaha Cilik saya juga beberapa kali merasa, ih, ini omongan Reisha kok nggak seperti anak kelas 1 SD. Tapi, ternyata keheranan itu tidak hanya terjadi pada saya. Mamanya Reisha aja suka takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut Reisha. Semisal nih waktu Reisha berkata : “Aku punya rival dagang, Ma.” Mama pun dengan ketakjubannya berujar dalam hati. Rival? Di mana pula bocah kecil itu mendengar kata tersebut? (Hal 50)    Ada penjelasan di narasi juga yang menurut saya sedikit terlalu dewasa untuk ukuran buku anak. Seperti ketika menjela...

Kalap Buku (Penimbun atau Pembaca?)

Akhir tahun kemarin saya meniatkan untuk tidak membeli buku dulu sampai bulan maret. Boro-boro sampai bulan maret, baru awal januari saja saya sudah beli 2 buku di Gramedia Balikpapan. Citra Rashmi dan Metropolis. Dann trus kesengsem dengan promo salah satu teman penulis saya kak Adya Pramudita yang menjual buku beliau dengan tawaran khusus free ongkir seluruh Indonesia. Wuiiih, saya nggak pengin dong melewatkan kesempatan itu. Apalagi beli di penulisnya langsung bisa dapat ttd. Akhirnya beli lah saya buku itu. Niatan buat puasa beli buku tinggal isapan jempol belaka. Tapi, saya masih berniat tuh untuk menahan beli buku. Tapi, pas minggu kemarin saya ke Balikpapan dan selalu menyempatkan mampir di Gramedia, pandangan saya langsung tertuju pada promo buku murah dengan embel-embel 'buku murah dari 5000 s/d 20000' dan 'buku murah dari 10000 s/d 50000'.