Masa remaja memang masa-masa yang enggak habis buat dikupas dan dikunyah. Selalu saja menarik membicarakan remaja. Mereka yang baru ngeh akan yang namanya asmara, yang baru dag dig dug merasakan perasaan indah dalam hati. E ciyeee… Tapi sekaligus juga mulai dihinggapi perasaan galau akan sekitar dan masa depan. *ini curhat?
Dan saya selalu suka baca novel remaja yang dikemas cantik dan memberikan sesuatu yang indah buat pembacanya (pinjam judul lagu Padi). Seperti novel remaja yang baru saya baca, yang ditulis oleh seorang penulis yang kiprahnya di dunia kepenulisan tidak perlu kita ragukan lagi, Mbak Sinta Yudisia.
Sophia adalah seorang pelajar SMA. Yang tinggal di tengah keluarga, di mana keluarganya yang satu atap dengannya adalah wanita semuanya. Ada Bundanya, Tantenya dan neneknya. Eh, tantenya ga tinggal serumah, tapi tetanggaan, dekat banget.
Sophia adalah anak tunggal, ayah dan bundanya bercerai dan dia hanya bertemu dengan ayahnya di waktu-waktu tertentu. Sementara Tantenya, Tante Yuna belum menikah di usianya yang kepala 4. Kata neneknya, Tante Yuna kapok menjalin hubungan dengan laki-laki. Dia pernah ditinggalkan kekasihnya, apalagi kemudian melihat perceraian kakaknya. Perceraian Bunda Amanda, bundanya Sophia.
Di sekolah, Sophia juga punya sahabat-sahabat. Ada sahabat cewek dan cowok. Ada Vandes, Novan, dan Asril di bagian cowok. Ada Mohca, Kia, Feby dan Naya di barisan cewek. Dan tentu Sophia juga punya guru-guru di sekolah, termasuk Pak Ragil. Guru muda yang penuh semangat. Yang suka kasih hadiah-hadiah kecil buat murid yang mampu menjawab. Sophia dan Vandes berkejaran mengumpulkan hadiah-hadiah dari Kak Ragil, eh Pak Ragil. Saking mudanya gurunya di luar kelas mereka manggil Kakak buat gurunya itu. Saya juga manggil kakak buat dosen-dosen muda di kampus, termasuk dosen pembimbing skripsi saya *Halo Kak Novi... Hai Kak Ulfa... Hihihi....
Di rumah, Sophia juga punya tetangga yang namanya Bito. Bito yang cerdas dan manis, baik hati dan tak suka merepotkan orang, tapi Bito kehilangan pendengaran. Bito menolak menggunakan hearing aid– alat bantu dengar- sepanjang waktu karena pusing. (Halaman 30).
Kemudian di kelas Sophia kedatangan murid baru. Namanya Pink. Pink yang cantik. Yang merebut perhatian teman-teman Sophia. Pink juga terlihat kaya dari penampilannya. Sophia tidak terlalu suka dengan kehadiran Pink. Dia sebal dengan teman-temannya yang sedikit-sedikit yang diobrolin tidak jauh dari Pink.
Bab-bab awal novel ini memang pembaca akan diperkenalkan dengan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, tapi perkenalannya bukan seperti : Sophia, pintar, ketua kelas blab la kayak gitu. Tapi perkenalannya dalam bentuk dialog, narasi juga persentuhan dengan tokoh lain. Hingga sedikit demi sedikit kita tahu apa konflik yang menyertai masing-masing tokohnya.
Menjelang pertengahan bab, baru deh konflik mulai berasa. Seperti Sophia yang merasakan kebencian pada Pink yang terlihat sempurna. Sophia juga yang sering merindukan ayahnya dan ketika bertemu ayahnya, Sophia tak merasa girang karena ada orang ketiga. Orang ketiga yang dimaksud adalah Tante Mira, istri baru ayahnya. Saat mereka menginap di villa, ayahnya menyewa dua kamar. Satu untuk Sophia, satu untuk ayah dan Tante Mira. Sophia kesal dibuatnya. Dia ingin melewatkan akhir pekan hanya berdua dengan ayahnya.
Sophia kemudian mendapatkan informasi kalau Tante Mira sedang hamil, dan saat bersamaan dia melihat mendung yang bergelayut di mata sang Bunda. Bito juga punya masalah, dia tidak mau memakai hearing aid karena teman-temannya suka berbicara dengan suara yang keras dan itu bikin Bito sakit. Bunda juga punya masalahnya sendiri juga Pink yang ternyata kehidupannya tak sesempurna kelihatannya.
Ketika selesai membaca novel ini saya tak tagu menyematkan bintang 5 karena novel ini memang baguss banget. Mbak Sinta Yudisia, sang penulis sepertinya tidak ingin melewatkan satu halaman pun tanpa ‘isi’. Jadi banyaaak sekali hal yang saya dapat ketika membaca novel ini, bahkan pengetahuan dalam EYD. Iya, EYD, ejaan yang disempurnakan. Saat Sophia ngobrol dengan teman-temannya, Sophia mengoreksi ucapan temannya sesuai EYD. “Paham, bukan Faham,” ralat Sophia.
Pengetahuan yang lain juga banyak sekali. Buat saya yang enggak suka baca nonfiksi, baca novel kaya gini yang bikin saya doyan. Karena ceritanya dapat, wawasan nambah. Top deh. Doyan saya.
Salah satu yang nambah wawasan saat Bu Meta, gurunya Sophia yang cantik dan pintar mau ngasih tugas, dia bilang gini “Kalian tahu Kim Yoon-ok? Ibu negara, istri Lee Myung-bak. Ibu Negara Korea ini membawa Korea Selatan menembus pasar dunia dengan makanan dan seni budaya. Bla bla bla…” Bu Meta menjelaskan asal muasal meledaknya gelombang Korean Wave.
Pesan kebaikan yang cocok buat remaja juga hadir di buku ini. Dan semua nasehat penting buat remaja itu diselipkan dengan sangat manis. Semisal saat Tante Yuna ngobrol dengan Sophia. Tante Yuna bilang gini. “Seberat apa pun masalahmu, jangan coba lari dari masalahmu, jangan coba lari dari rumah. Kamu itu cewek. Kehormatan cewek ada pada dinding-dinding rumahnya.”
Novel ini dikemas dengan gaya bahasa remaja yang cerah ceria, tapiiii ada juga bagian yang bikin saya mewek bacanya. Saat Sophia merindukan ayahnya… Huhuhu… Sediiiih. Apalagi waktu Sophia menulis di blognya kalau dia sudah dewasa.
Itu cuplikan isi blog Sophia. Saya mewek bacanya. Mewek juga saat Pink curhat ke Sophia, tentang dia, tentang keluarganya. Huhuhu… yes, saya emang cengeng. Mudah nangis. Ihiks…
Inti dari semuanyaa… Buku ini TOP BGT. Allah, karuniakan kesehatan kepada Mbak Sinta Yudisia, juga kemudahan dalam berkarya agar karya beliau banyak tersebar di seantero negeri. Karya Mbak Sinta ini angin segar banget buat dunia perbukuan tanah air.
Judul : Sophia dan Pink
Penulis : Sinta Yudisia
Penerbit : PT Mizan Pustaka
Tebal Buku : 180 Halaman
Tahun Terbit : 2014
Dan saya selalu suka baca novel remaja yang dikemas cantik dan memberikan sesuatu yang indah buat pembacanya (pinjam judul lagu Padi). Seperti novel remaja yang baru saya baca, yang ditulis oleh seorang penulis yang kiprahnya di dunia kepenulisan tidak perlu kita ragukan lagi, Mbak Sinta Yudisia.
Sophia adalah seorang pelajar SMA. Yang tinggal di tengah keluarga, di mana keluarganya yang satu atap dengannya adalah wanita semuanya. Ada Bundanya, Tantenya dan neneknya. Eh, tantenya ga tinggal serumah, tapi tetanggaan, dekat banget.
Sophia adalah anak tunggal, ayah dan bundanya bercerai dan dia hanya bertemu dengan ayahnya di waktu-waktu tertentu. Sementara Tantenya, Tante Yuna belum menikah di usianya yang kepala 4. Kata neneknya, Tante Yuna kapok menjalin hubungan dengan laki-laki. Dia pernah ditinggalkan kekasihnya, apalagi kemudian melihat perceraian kakaknya. Perceraian Bunda Amanda, bundanya Sophia.
Di sekolah, Sophia juga punya sahabat-sahabat. Ada sahabat cewek dan cowok. Ada Vandes, Novan, dan Asril di bagian cowok. Ada Mohca, Kia, Feby dan Naya di barisan cewek. Dan tentu Sophia juga punya guru-guru di sekolah, termasuk Pak Ragil. Guru muda yang penuh semangat. Yang suka kasih hadiah-hadiah kecil buat murid yang mampu menjawab. Sophia dan Vandes berkejaran mengumpulkan hadiah-hadiah dari Kak Ragil, eh Pak Ragil. Saking mudanya gurunya di luar kelas mereka manggil Kakak buat gurunya itu. Saya juga manggil kakak buat dosen-dosen muda di kampus, termasuk dosen pembimbing skripsi saya *Halo Kak Novi... Hai Kak Ulfa... Hihihi....
Di rumah, Sophia juga punya tetangga yang namanya Bito. Bito yang cerdas dan manis, baik hati dan tak suka merepotkan orang, tapi Bito kehilangan pendengaran. Bito menolak menggunakan hearing aid– alat bantu dengar- sepanjang waktu karena pusing. (Halaman 30).
Kemudian di kelas Sophia kedatangan murid baru. Namanya Pink. Pink yang cantik. Yang merebut perhatian teman-teman Sophia. Pink juga terlihat kaya dari penampilannya. Sophia tidak terlalu suka dengan kehadiran Pink. Dia sebal dengan teman-temannya yang sedikit-sedikit yang diobrolin tidak jauh dari Pink.
Bab-bab awal novel ini memang pembaca akan diperkenalkan dengan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya, tapi perkenalannya bukan seperti : Sophia, pintar, ketua kelas blab la kayak gitu. Tapi perkenalannya dalam bentuk dialog, narasi juga persentuhan dengan tokoh lain. Hingga sedikit demi sedikit kita tahu apa konflik yang menyertai masing-masing tokohnya.
Menjelang pertengahan bab, baru deh konflik mulai berasa. Seperti Sophia yang merasakan kebencian pada Pink yang terlihat sempurna. Sophia juga yang sering merindukan ayahnya dan ketika bertemu ayahnya, Sophia tak merasa girang karena ada orang ketiga. Orang ketiga yang dimaksud adalah Tante Mira, istri baru ayahnya. Saat mereka menginap di villa, ayahnya menyewa dua kamar. Satu untuk Sophia, satu untuk ayah dan Tante Mira. Sophia kesal dibuatnya. Dia ingin melewatkan akhir pekan hanya berdua dengan ayahnya.
Sophia kemudian mendapatkan informasi kalau Tante Mira sedang hamil, dan saat bersamaan dia melihat mendung yang bergelayut di mata sang Bunda. Bito juga punya masalah, dia tidak mau memakai hearing aid karena teman-temannya suka berbicara dengan suara yang keras dan itu bikin Bito sakit. Bunda juga punya masalahnya sendiri juga Pink yang ternyata kehidupannya tak sesempurna kelihatannya.
Ketika selesai membaca novel ini saya tak tagu menyematkan bintang 5 karena novel ini memang baguss banget. Mbak Sinta Yudisia, sang penulis sepertinya tidak ingin melewatkan satu halaman pun tanpa ‘isi’. Jadi banyaaak sekali hal yang saya dapat ketika membaca novel ini, bahkan pengetahuan dalam EYD. Iya, EYD, ejaan yang disempurnakan. Saat Sophia ngobrol dengan teman-temannya, Sophia mengoreksi ucapan temannya sesuai EYD. “Paham, bukan Faham,” ralat Sophia.
Pengetahuan yang lain juga banyak sekali. Buat saya yang enggak suka baca nonfiksi, baca novel kaya gini yang bikin saya doyan. Karena ceritanya dapat, wawasan nambah. Top deh. Doyan saya.
Salah satu yang nambah wawasan saat Bu Meta, gurunya Sophia yang cantik dan pintar mau ngasih tugas, dia bilang gini “Kalian tahu Kim Yoon-ok? Ibu negara, istri Lee Myung-bak. Ibu Negara Korea ini membawa Korea Selatan menembus pasar dunia dengan makanan dan seni budaya. Bla bla bla…” Bu Meta menjelaskan asal muasal meledaknya gelombang Korean Wave.
Pesan kebaikan yang cocok buat remaja juga hadir di buku ini. Dan semua nasehat penting buat remaja itu diselipkan dengan sangat manis. Semisal saat Tante Yuna ngobrol dengan Sophia. Tante Yuna bilang gini. “Seberat apa pun masalahmu, jangan coba lari dari masalahmu, jangan coba lari dari rumah. Kamu itu cewek. Kehormatan cewek ada pada dinding-dinding rumahnya.”
Novel ini dikemas dengan gaya bahasa remaja yang cerah ceria, tapiiii ada juga bagian yang bikin saya mewek bacanya. Saat Sophia merindukan ayahnya… Huhuhu… Sediiiih. Apalagi waktu Sophia menulis di blognya kalau dia sudah dewasa.
Ayah,
Aku sekarang lebih dewasa. I am not your little girl anymore.
Kangen banget, tentu saja. Ingin nonton bareng, makan es krim, ditraktir ketika aku menang lomba atau nilaiku terbaik di kelas. Aku ingin marah padamu, pada semua, kadang pada Tuhan yang telah memisahkan kita.
-
-
Tapi, sekarang aku akan mencoba bersikap dewasa untuk tidak terlalu tergantung pada Ayah lagi. Aku masih bisa belie s krim sendiri, nonton bareng teman-teman, masih ada orang di sekeliling yang mencintaiku. Ayah punya kehidupan sendiri, aku pun demikian.
Itu cuplikan isi blog Sophia. Saya mewek bacanya. Mewek juga saat Pink curhat ke Sophia, tentang dia, tentang keluarganya. Huhuhu… yes, saya emang cengeng. Mudah nangis. Ihiks…
Inti dari semuanyaa… Buku ini TOP BGT. Allah, karuniakan kesehatan kepada Mbak Sinta Yudisia, juga kemudahan dalam berkarya agar karya beliau banyak tersebar di seantero negeri. Karya Mbak Sinta ini angin segar banget buat dunia perbukuan tanah air.
Judul : Sophia dan Pink
Penulis : Sinta Yudisia
Penerbit : PT Mizan Pustaka
Tebal Buku : 180 Halaman
Tahun Terbit : 2014
Komentar
Posting Komentar
Tulis Komentar Anda