Langsung ke konten utama

Membersamai Anak Saat Telah Wafat



Setiap orangtua pasti menginginkan untuk terus mendampingi kehidupan anak-anaknya. Dari mereka masih dalam kandungan sampai ke dalam tahap-tahap kehidupan yang mereka lewati. Masuk sekolah hingga menikah. Namun, kehidupan tidak selamanya berjalan sesuai rencana dan keinginan. Ada kalanya orangtua berpulang saat anak-anaknya masih kecil dan belum tumbuh dewasa.

Gunawan Garnida, seorang ayah dari dua orang anak Satya dan Cakra menyadari kalau waktunya untuk mendampingi anak-anaknya tinggal sedikit karena penyakit yang dideritanya. Namun, Gunawan masih ingin terus mendampingi anak-anaknya. Ingin anak-anaknya tumbuh di sampingnya. Ingin tetap bercerita pada anak-anaknya dan mengajarkan anak-anaknya tentang banyak hal. (Halaman 5).


Dengan bantuan sebuah handy cam, Gunawan merekam dirinya sendiri dan bercerita tentang beragam hal. Setelah Gunawan wafat, video itu diputarkan oleh istrinya untuk dua anaknya. Video akan diputar setiap hari sabtu sore, sesudah adzan ashar. Bagi Satya dan Cakra itu adalah waktu terbaik mereka setiap minggu. Sabtu bersama Bapak (Halaman 6)

Video rekaman dari sang Bapak tidak diputar secara sekaligus. Gunawan sebagai Bapak dari Satya dan Cakra sudah mempersiapkan video rekaman dirinya secara berkala. Ada yang diputar saat usia sang anak 14 tahun, 17 tahun dan seterusnya hingga mereka akan mengarungi kehidupan baru bernama pernikahan.

Satya dan Cakra kemudian tumbuh dewasa dan dihadapkan dengan konflik kehidupan masing-masing. Satya bekerja sebagai geophysicist di sebuah kilang minyak di proyek lepas pantai. Satya kemudian menjadi seorang bapak yang terasa menakutkan bagi anak-anaknya. Satya menjelma menjadi ayah yang pemarah. Satya marah karena anak sulungnya tidak bisa menjawab soal matematika yang dia lontarkan, anak tengahnya belum bisa berenang dan anak bungsunya masih mengompol.

Satu email dari sang istri menyadarkannya. Sang istri mengatakan anak sulungnya tidak bisa menjawab soal matematika karena kemampuan sensor visualnya lebih baik dari sensor audio sehingga anaknya lebih suka menjawab pertanyaan tertulis. Anak tengahnya tidak bisa berenang karena menunggu bapaknya yang mengajarinya berenang. Sedangnya anak bungsung masig mengompol karena terlalu senang saat berkumpul bersama bapaknya. (Halaman 27) Alasan-alasan yang dikemukakan sang istri membuat Satya tersadar.  Satya pun kembali teringat video-video rekaman dari bapak. Dia pun bertekad untuk menjadi suami dan bapak yang baik.

Sedangkan Cakra besar menjadi seorang Deputy Directur di sebuah bank asing. Sebuah pencapaian karier yang tidak biasa jika melihat usianya yang masih muda. Namun, kecemerlangan kariernya tidak sama dengan kisah cintanya. Di usianya yang matang dengan kehidupan ekonomi yang mapan, Cakra masih bertahan dengan status single.  

Cakra sudah punya rumah sendiri tapi belum ada nyonya rumah yang mengurusnya. Terkait hal tersebut Cakra teringat pesan bapaknya tentang seorang suami yang harus ‘siap melindungi’ dan itu diwujud kesiapan dari ‘siap melindungi’ adalah punya atap yang dapat melindungi istri dan anak-anak dari panas, hujan dan bahaya. Tidak perlu megah. Tidak perlu kaya. Yang jelas, ada atap untuk melindungin dan dibayar dari kantong sendiri. (Halaman 19)

Satya dan Cakra memang punya karier cemerlang di bidangnya masing-masing. Hal ini juga berdasarkan nasehat dari bapaknya yang mereka dengarkan di hari sabtu. Sebuah video tentang mengejar mimpi masing-masing. Mimpi hanya baik jika kita melakukan planning untuk merealisasikan mimpi itu. Jika tidak hanya akan membuang waktu. Bapaknya meminta Satya dan Cakra untuk bermimpi setinggi mungkin. Dengan syarat, rajin dan tidak menyerah. Mimpi tanpa rencana dan action hanya akan membuat anak istri kalian lapar. Kejar mimpi kalian. Rencanakan. Kerjakan. Kasih deadline, kata si Bapak dalam video rekamannya. (Halaman 151)

Bapak dari Satya dan Cakra memang telah tiada sejak mereka masih kecil. Sang bapak tidak bisa lagi menemani mereka bermain dan ada di samping mereka. Tapi kedua anak itu tidak pernah kehilangan sosok bapaknya lewat video-video rekaman itu. Lewat video itu sang bapak membantu anak-anaknya menjalani apapun yang mereka jalani. Meskipun disajikan dalam bentuk novel, namun Sabtu bersama Bapak terdapat banyak pelajaran tentang menjalani kehidupan juga ilmu tentang mendidik anak di dalamnya.

***


Judul               : Sabtu Bersama Bapak
Penulis             : Adhitya Mulya
Penyunting      : Resita Wakyu Febiratri
Penerbit           : Gagas Media
Tebal Buku      : 278 + x Halaman
ISBN               : 979-780-721-5

Tahun Terbit    : 2014

*Resensi ini dimuat di Harian Tribun Kaltim 12 Oktober 2014*

Komentar

  1. Terimakasih mbak... Ini sangat berguna bagi saya... Terimakadih....

    BalasHapus
  2. Terimakasih mbak... Ini sangat berguna bagi saya... Terimakadih....

    BalasHapus
  3. Oiya kalau saya boleh tanya lagi. Menurut mbak yanti novel ini paling menonjol di apanya mbak. Psikologis, atau apanya mbak? Mohon di balas ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba baca sendiri novelnya ya. Saya enggak pernah belajar psikologi, jadi kurang paham :-)

      Hapus

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda

Postingan populer dari blog ini

Ketika Seorang Anak Punya Ibu Tiri dan Ibu Kandung

"Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja..." Itu lirik lagu kan ya? Lirik lagu yang sudah familiar di telinga kita. Sehingga anggapan tentang ibu tiri itu selalu jahat juga seperti sesuatu yang mutlak. Belum lagi banyak cerita-cerita rakyat yang berkisah tentang kejamnya ibu tiri. Sebut saja Bawang Merah Bawang Putih, atau kalau dari daratan eropa ada yang namanya Cinderella. Kisah-kisah tersebut juga mampir di telinga anak-anak zaman sekarang. Sama saja lah dengan anak-anak zaman saya dulu yang beranggapan ibu tiri itu kejam binti jahat. Maka sebuah novel anak yang berjudul Aku Sayang Bunda, mendobrak pemikiran-pemikiran tersebut. Terlebih dengan sasarannya yang ditujukan untuk anak-anak.

Ketika Anak Kecil Jadi Pengusaha

   Dalam membaca buku anak, saya lebih suka membaca buku anak yang ditulis orang dewasa. Walaupun ketika membacanya, kadang tercetus dalam benak saya, kalau si anak yang menjadi tokoh itu kadang terlalu dewasa melebihi usianya. Tapi, toh namanya anak-anak zaman sekarang ya, Bok. Saya aja sering takjub dengan celutukan adek sepupu saya yang berusia 5 tahun. Kadang celutukannya udah kayak orang gede aja.    Saat membaca Reisha Si Pengusaha Cilik saya juga beberapa kali merasa, ih, ini omongan Reisha kok nggak seperti anak kelas 1 SD. Tapi, ternyata keheranan itu tidak hanya terjadi pada saya. Mamanya Reisha aja suka takjub dengan kata-kata yang keluar dari mulut Reisha. Semisal nih waktu Reisha berkata : “Aku punya rival dagang, Ma.” Mama pun dengan ketakjubannya berujar dalam hati. Rival? Di mana pula bocah kecil itu mendengar kata tersebut? (Hal 50)    Ada penjelasan di narasi juga yang menurut saya sedikit terlalu dewasa untuk ukuran buku anak. Seperti ketika menjelaskan tent

Novel yang Berkisah Tentang Poligami

Kebahagiaan dalam pernikahan adalah harapan setiap insan yang menikah. Mereka berharap pasangan dalam hidupnya adalah yang pertama dan terakhir serta hanya maut yang bisa memisahkan. Hal itu juga dialami oleh Arini. Arini yang menyenangi dunia dongeng selalu menganggap hidupnya pun akan berakhir bahagia seperti dongeng-dongeng yang selama ini ia ketahui. Happily Ever After. Semuanya semakin sempurna saat Arini menemukan sang pangeran yang membangun istana cinta bersamanya. Pras, adalah lelaki baik hati itu. Bersama Pras, Arini dikaruniai tiga anak-anak yang cerdas. Karier Arini sebagai penulis pun terus berjalan.