Teatrikal Hati bercerita tentang banyak tokoh
yang diceritakan dengan sudut pandang orang pertama. Ada 4 tokoh wanita yang
menjadi pusat cerita dengan porsi penceritaan hampir merata karena 4 wanita itu
juga terkait satu dan yang lainnya.
Wanita pertama bernama Zahra Azkia. Seorang
mantan artis yang memutuskan untuk berhijab dan kemudian mengambil peran di
belakang layar sebagai sutradara kemudian menjadi produser. Mendapat tugas dari
perusaan tempat dia bernaung Tropical Entertainment (TE) untuk menggarap suatu
film layar lebar bertema kemanusiaan dan cinta. Zahra Azkia dari masa kuliah
sampai bekerja dia tak pernah lepas dari olok-olok orang di sekitarnya yang
menjodohkan dia dengan Fardan, seorang sutradara berbakat yang menyutradai film
di mana Zahra yang menjadi produser film tersebut.
Wanita kedua bernama Linda Arum, wanita yang
mendambakan sebuah rumah tangga yang romantis tapi apa daya dia menikah dengan
seorang dokter yang kikuk. Rumah tangga yang mereka bangun tidak hanya senyap
tanpa celoteh anak-anak tapi juga dingin dan kikuk dalam komunikasi keduanya.
Walaupun dalam bayangan setiap orang mereka berdua adalah pasangan yang serasi.
Impian untuk mendapati kehidupan rumah tangga yang romantis hanya dituangkan
Linda Arum dalam karya fiksinya.
Gwen Saputri adalah wanita ketiga. Nama Gwen
yang memang tidak terlalu familiar di kalangan pribumi karena dia punya darah
Belanda dari neneknya. Faktor keturunan indo eropa itulah yang membuat Gwen
menjadi tampil menonjol dengan kecantikannya. Gwen kemudian menjadi arsitek
dengan karier yang cemerlang tapi kariernya yang cemerlang tidak sejalan dengan
kisah cintanya. Di usianya yang lebih 30, Gwen selalu menolak setiap pria yang
hadir di hidupnya karena trauma akan kehidupan pernikahan orang-orang di
sekelilingnya. Ibu, juga kakaknya. Kehidupan pernikahan teman baiknya yang
bahagia juga tak kunjung meluluhkan hati Gwen buat menikah.
Wanita terakhir adalah Setyani. Wanita
sederhana dari desa yang kemudian menikah dengan pria kaya Harjun
Notodiningrat. Pria yang menawan hatinya tapi tak kunjung bisa membuat dia
bahagia. Harjun selalu bermain dengan wanita lain dan begitu akrab dengan
minuman yang memabukkan. Tapi, Setyani entah dirasuki apa tak bisa lepas dari
Harjun walau lebam di tubuhnya dan perih di hatinya selalu mengiringi setiap
langkah dalam pernikahannya. Ketika kesempatan untuk berpisah dengan Harjun
tiba, Setyani memilih bersetia. Hingga permintaan maaf mertuanya pada Setyani
dan orangtuanya kemudian mewujud pada segala harta yang harusnya diimiliki
Harjun, dipindahtangankan menjadi milik Setyani dan kedua putrinya secara hukum.
Hal yang justru membuat Harjun semakin murka dan kelakukan negatifnya terus
menjadi-jadi.
Empat wanita yang jika orang awam melihat di
luaran saja mereka hidup layak dan berbahagia. Jika hanya melihat dari harta
dan status social keempatnya. Tapi, kebahagiaan tak selamanya hanya berada pada
harta dan status. Empat wanita itu tertatih memperjuangkan kebahagiaan mereka
masing-masing, di tengah ujian hidup yang bukan berupa kepapaan.
Cerita dari empat wanita bersama orang-orang
di sekitarnya itulah yang menjadi cerita dalam novel setebal 342 halaman ini.
Diceritakan bergantian dengan sudut pandang orang pertama membuat pembacanya
lebih mudah masuk ke dalam cerita. Setidaknya itulah yang saya rasakan. Saya merasa
ikut kebingungan dengan mimpi yang terus berulang yang dialami Gwen, juga
merasa deg-degan tentang sebuah perasaan milik Zahra untuk Fardan. Tak
ketinggalan salut akan kesabaran dan kegigihan para tokoh memperjuangkan
kebahagiaan hingga saya ikut meneteskan airmata ketika ending.
Wonosalam adalah sebuah daerah yang tidak saya
kenal sebelumnya dan ketika membaca Teatrikal Hati saya terpesona dengan
keindahan Wonosalam yang digambarkan di novel ini. Wonosalam itu adalah nama
tempat yang terasa enak disebut di lidah dan didengar di telinga. Salut kepada
penulisnya yang mengangkat daerah ini menjadi setting cerita.
Empat wanita yang menjadi poros cerita dalam
teatrikal hati diceritakan tidak sezaman. Tapi perbedaan zaman itu justru tidak
saya rasakan sama sekali. Setting tahun 70an berasa tahun 2000an. Hal yang
membuat saya bertanya-tanya apa tahun 70an sudah lazim digunakan testpack sebagai alat pendeteksi
kehamilan? Atau sebutan kelas sosialita di awal 70an? Di awal tahun 80an sudah
ada solusi bayi tabung untuk mereka yang kesulitan hamil? Dari hasil googling
menyebutkan bayi tabung pertama yang berhasil di Indonesia tahun 1988. Dan di
novel ini, si tokoh sudah mencoba bayi tabung di awal tahun 80an, tapi
pengambilan usaha bayi tabung di luar negeri, tokohnya yang menyarankan bayi
tabung itu seorang dokter dan ketidakberhasilan usaha ini menolong agar cerita tetap
berdasarkan fakta.
Namun, dibalik kritik yang saya sebutkan untuk
novel ini, saya juga salut untuk novel perdana dari kedua penulisnya yang sudah
layak diacungi jempol. Bagaimana menyajikan kisah hidup banyak tokoh dalam alur
yang rapi dan memancing penasaran hingga ending. Benar seperti endors yang
disebut mbak Shabrina WS, novel ini seperti kepingan-kepingan puzzle.
Pelan-pelan menyatu lalu menjadi utuh.
Judul : Teatrikal Hati
Penulis : Rantau Anggun & Binta Al Mamba
Penerbit : Quanta (PT. Elex Media Komputindo)
Tahun Terbit : 2013
Tebal Buku : 342 Halaman
ISBN : 9786020226279
kalao ke jombang yuk maen ke wonosalam ya yanti..
BalasHapusmakasiih reviewnya
Tentang bayi tabung emang belum marak ya tahun jd kugambarin kerja kerasnya pak dokter bagas nyari info dr berbagai buku dan teman2nya sampai2 gak sempat dan gak berminat baca novel istrinya hehehe..
tapi pokoknya makasih deh, kritiknya bs jd bikin aku hati2 kalau nulis lagi :D
Sungkem sama Mbak Binta. Maaf ya, Mbak, sok bener ngasih kritik :D
HapusBaru bisa online via leptop. Makasiih ya, Yanti :)
BalasHapusSama-sama, Mbak Anggun :-)
Hapus