Dugaan saya meleset, tadinya saya pikir ini novel romance yang bisa saya ikutkan di IRRC 2014 ternyata porsi romansanya sedikit. Jadi, saya nggak yakin ini termasuk novel kategori romance. Batal deh saya masukin ke IRRC 2014 Tapi, teteup dunk saya masukin ke IRC 2014.
Aslam adalah anak laki-laki paling bungsu dari Nek Nang Bayumi (Nek Nang = Nenek Lanang = Kakek) yang tinggal bersama dengan keluarga besarnya di rumah panggung yang amat besar. Aslam adalah anak laki-laki yang dianggap paling tidak 'jadi orang' dibanding anak-anak Neng Nang Bayumi yang lain. Sebelah mata Aslam buta semenjak lahir, kakinya pun kecil sebelah sehingga berjalan timpang jalannya. Karena paling dianggap tidak jadi orang ini lah Aslam berserta istrinya Mak Pinah dan ketiga anaknya Solasfiana, Isfahan dan Marsyapati tinggal di bagian rumah paling belakang.
Dalam tradisi di rumah panggung itu, semakin tinggi kedudukan seseorang di keluarga itu maka dia akan berada di undakan paling tinggi. Karena Aslam dinilai paling tidak jadi orang, maka dia menempati tempat paling rendah.
Kesederhanaan yang hadir di keseharian mereka membuat anak-anak Aslam dan Mak Pinah : Solasfiana, Isfahan dan Marsyapati tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas, sopan dan sholeh. Kehidupan mereka berjalan secara sederhana dan bersahaja, sampai kemudian, Aslam, tulang punggung keluarga itu berpulang.
Setelah kepergian tulang punggung keluarga, kemudian disusul dengan wafatnya Nek Nang Bayumi bertubi-tubi kemalangan menghinggapi keluarga ini. Puncaknya adalah ketika mereka difitnah dan kemudian terusir dari dusun dari tempat mereka tinggal. Melangkah dan berjalan tanpa tahu ke mana arah tujuan. Solasfiana yang sudah remaja pun harus mengubur perasaan hatinya pada teman satu sekolahnya, Sofyan. Solasfiana beserta ibu dan kedua adiknya terlunta-lunta di jalanan hingga kemudian mempunyai tempat tinggal di kandang kambing. Yup, di kandang kambing.
Itulah sinopsis singkat dari novel Yang Tersimpan di Sudut Hati. Novel yang lebih kental lokalitas Sumatera Selatannya ketimbang romansanya. Dalam novel ini penulis menuliskan detail-detail terkait kebiasaan dan hal-hal yang ada di wilayah Sumatera Selatan. Penjelasan panjang lebar dan banyak juga rinci terhadap banyak hal sering dijumpai di novel ini. Kita jadi banyak mendapatkan informasi terkait kehidupan orang-orang di Sumatera sana.
Tentu saja penjelasan yang panjang dan lebar itu bagus sekali buat yang suka detail, tapi ke depannya mungkin perlu dipilah mana yang harus dijelaskan rinci mana yang perlu penjelasan sekilas saja, agar mengurangi paragraf-paragraf yang kepanjangan.
Saya juga merasa ada sedikit kerancuan dalam setting waktu. Di beberapa bagian disebutkan kalau kejadian di novel itu terjadi di tahun 1990-an (Hal 225), tapi di halaman 372 malah disebutkan tentang besan Presiden yang mantan pejabat BI. Kita punya presiden yang berbesan dengan mantan pejabat BI yang bernama Aulia bukan di tahun 1990-an kan kakak?
Namun, saya sangat suka pesan dan pelajaran yang termuat dalam novel ini. Baik yang secara gamblang dituturkan, seperti pentingnya untuk selalu menjaga hati kita bersih. Juga pelajaran ini yang tersirat tentang bersyukur dan tidak selalu mengeluh dengan apa yang terjadi. Sungguh saya belajar dari Solasfiana dan keluarganya. Saat membaca novel ini saya sedang didera beberapa masalah yang bikin saya uring-uringan. Membaca novel ini membuat saya merasa tertampar bahwa masalah yang saya hadapi tidak seberapa dengan masalah yang dialami Solasfiana. Jadi, tak harusnya saya mengeluh *mengingatkan diri sendiri hingga detik ini*
Cerita di dalam novel ini sebenarnya sedih dan menyayat perasaan, dan saya terheran-heran sendiri kenapa saya tidak dibuat menangis ketika membacanya? Errghhh, sebegitu keraskah hati saya? Hiks.
Saya juga suka ending yang ada di novel ini. Ending tentang romansanya jleeb banget. Salah satu anggota keluarga yang saya kira berperan besar atas terjadinya fitnah bagi keluarga mendiang Aslam ternyata tidak sejahat yang saya kira. Kembali teringat bahwa darah itu lebih kental dari air. Pencapaian yang dialami keluarga Solasfiana juga pencapaian yang sewajarnya sehingga novel ini terhindar dari kesan sinetronistik dan itu menjadi nilai plus novel ini di mata saya. Sebuah ending yang manis.
Dendam itu tidak baik disimpan dalam hati. Dia akan menjadi duri bagi kita untuk melangkah ke depan (Hal 408)
Judul : Yang Tersimpan di Sudut Hati
Penulis : Ade Anita
Penerbit : Quanta (PT. Elex Media Komputindo)
Tahun Terbit : 2013
Tebal : 440 Halaman
despite beberapa kekurangannya kok penasaran ya pengen baca. Bikin reviewnya bagus deh Mba..
BalasHapusAyo, dibaca, Mas. Saya belajar banyak dari kehidupan Solasfiana dan keluarga :)
BalasHapusjadi penasaran juga saya sama bukunya Mbak,, :)
BalasHapusAyo dibeli, Mbak. Ada lomba resensinya juga lho di blog BaW :D
Hapuskover novel-novel quanta bagus-bagus ya..betang, dan novel ini contohnya
BalasHapusIya, benar, Mas. Setuju. Bagus-bagus. Ini ada jembatan ampera yang menunjukkan setting Sumatera Selatan :)
Hapusaku belum punya:(
BalasHapusAyo mbak dicari. Ada lombanya di blog BaW :D
Hapusaku first readernya dan sampai sekarang belum membaca lagi novel hadiah dari pengarangnya. Oh ya, setuju dengan paragraf- paragraf yang panjang. Itu Ade sekali, hehhehe, walau secara lokalitas mah juara.
BalasHapusLokalitas sama pelajaran di dalamnya juara banget, Mbak Dhani :D
Hapus