Setiap manusia yang
menikah menginginkan pernikahan yang dijalaninya langgeng, dan terus bersama
pasangan hidupnya hingga maut memisahkan. Mereka yang menikah juga berharap
bahwa pernikahan yang dijalaninya adalah pernikahan pertama dan terakhir seumur
hidupnya. Tapi tidak demikian yang terjadi pada Aisha dan Axel. Mereka berdua
menikah dengan satu perjanjian kalau pernikahan itu hanya akan terjadi selama
satu tahun.
Axel tak pernah setuju
dengan perjodohannya dengan Aisha yang dilakukan keluarganya karena hatinya
sudah terpaut pada satu wanita bernama Amelie. Keluarga Axel bukan tidak tahu
kepada wanita yang terlanjur dicintai Axel itu, justru karena mereka sangat
tahu maka mereka sepakat menjodohkan Axel dengan Aisha. Keluarga Axel tidak
menyukai Amelie yang sudah dipacari Axel sejak ia kuliah di Universitas Bung
Hatta.
Axel dan Aisha
menyepakati sebuah kesepakatan pranikah dengan tiga poin yang ada di dalamnya.
Pertama, Aisha tidak mesti memenuhi seluruh kewajiban sebagai istri. Kedua,
Aisha tetap diberi nafkah sesuai kemampuan Axel. Aisha juga menuntut Axel untuk
tidak menafkahinya dalam jumlah minimal karena Aisha tahu penghasilan Axel
sebagai seorang konsultan arsitektur cukup besar. Sedangkan poin ketiga, akan
diberitahu Aisha setahun kemudian.
Melakukan kesepakatan
pranikah itu memang dirasa Aisha sangat merugikan dirinya. Walaupun Axel
berjanji tidak akan menyentuhnya tapi selepas perceraian keduanya status Aisha
tetaplah sebagai janda Axel. Aisha tidak punya pilihan lain, dia terdampar pada
satu keadaan di mana satu-satunya pilihan yang dapat dilakukannya hanyalah
menerima perjodohan itu. Dan tanpa seorang pun tahu sebenarnya Aisha telah lama
jatuh cinta pada Axel.
Pernikahan pun berjalan
dengan kondisi Axel dan Aisha seperti orang asing dalam satu atap. Mereka
bersandiwara seperti menjalani pernikahan normal hanya saat kedua orangtua Axel
datang. Namun seringkali perubahan terjadi setelah melalui hal-hal paling
menyakitkan. (Halaman 55)
Dalam satu kesempatan
Aisha melihat Axel bermesraan bersama Amelie. Emosi Aisha tersulut melihatnya.
Perasaan cemburu memenuhi dadanya. Perasaan sakit hati melihat suaminya bersama
dengan wanita lain itu pun membangkitkan satu tekad baru dalam diri Aisha.
Aisha berpikir bagaimana cinta bisa datang jika ia terus menerus berlaku
sebagai pecinta pasif. Aisha hanya berani menatap Axel dari kejauhan, atau
memimpikannya dalam tidur. Ia bahkan sama sekali tak berusaha memberitahu Axel
bahwa ia ada.
Menyadari hal tersebut,
Aisha langsung merasa bersemangat. Ia menyadari kalau dirinya punya kesempatan
seribu kali lebih besar dari Amelie untuk mendapatkan Axel karena ia istri sah
Axel. Ia diterima oleh keluarga Axel. Aisha akan berusaha menunjukkan pada Axel
bahwa Amelie hanyalah sekadar interupsi dalam kehidupan suaminya itu.
Aisha menyusun
rencana-rencana untuk merebut hati Axel. Rencana pertama yang dia lakukan
adalah menjadi bahagia. Dia mulai melakukan hobby-nya dan menunjukkan pada Axel
kemampuannya seperti meronce manik. Aisha tidak mengatakan kalau dia bisa
meronce manic pada Axel, hal yang dia lakukan adalah menunjukkan pada Axel
dengan meronce di tempat yang bisa dilihat Axel. Axel adalah seorang arsitek,
hasil desain Axel tidak hanya fungsional tapi juga indah. Menurut Aisha menarik
pecinta keindahan adalah dengan keindahan itu sendiri. (Halaman 73)
Rencana kedua Aisha
untuk membuat Axel bertahan dengan pernikahannya adalah mendekati keluarga
besar Axel. Keluarga besar termasuk teman-teman dekat Axel. Aisha mengingat
pelajaran dari kakak temannya yang pernah dia dengar saat masih kuliah. Jika
perempuan ingin dicintai sepenuh hati oleh lelaki, ia harus melakukan tiga hal.
Pertama, cintai keluarga lelaki itu. Kedua, jangan pernah protes bagaimana ia
bekerja atau selama apa ia memghabiskan waktu dengan pekerjaannya. Ketiga,
kenali teman-temannya. Hal itulah yang akan dijalankan Aisha. (Halaman 78)
Ada delapan rencana
yang dilakukan Aisha dalam merebut hati Axel. Aisha tidak ingin pernikahannya
berakhir begitu saja setelah berusia satu tahun. Usaha gigih Aisha membuat
suaminya jatuh cinta adalah pelajaran yang bisa diambil hikmahnya oleh para
istri untuk bisa merebut hati suami masing-masing. Cinta dalam pernikahan
adalah sesuatu yang harus diupayakan untuk terus bertumbuh agar tidak hambar
dan kemudian berakhir.
Sewaktu menulis sinopsis novel ini secara singkat di salah satu akun media sosial, ada teman yang memberikan komentar tentang bagaimana dasar hukum pernikahan yang dilakukan Axel dan Aisha? Karena Islam sendiri melarang adanya kawin kontrak. Dalam buku ini juga ada protes dari sahabat Aisha yang bernama Vina terhadap pernikahan Axel dan Aisha. "Bahkan aku yang bodoh dalam agama pun tahu itu bukan sesuatu yang diperbolehkan.". Namun sampai akhir cerita tidak dikisahkan bagaimana tinjauan agama terkait hal tersebut.
Tokoh Aisha
di novel ini pun tampil dengan begitu sempurna. Memiliki kepandaian dalam
beragam hal. Pandai
mengurus rumah, meronce manik, memasak ,menulis, dan memotret. Bahkan dia bisa
dengan piawai memasak padahal sebelumnya tidak mahir di dapur. Dan masakannya
lezat hanya dengan berbekal buku resep. Mungkin saya iri karena tidak bisa
sepiawai Aisha memasak jadi yang bagian Aisha begitu sempurna jadi terasa agak
janggal di mata saya. Aisha juga seorang penulis. Dia menulis resensi buku,
menulis artikel, cerpen, buku dan artikel traveling juga novel.
Pencapaiannya dalam hal-hal yang bisa dia lakukan itu juga
nggak main-main. Kebisaannya meronce manik itu bikin dia buat toko menjual
hasil karyanya, buka kursus juga. Buku travelingnya diterbitkan di penerbit
Jakarta. Artikelnya ada di harian lokal Padang. Kemudian artikel perjalanannya
juga pernah dimuat di media nasional juga majalah sebuah maskapai. Selain itu
Aisha juga bisa menyanyi dan main piano. Benar-benar sosok sempurna.
Walaupun begitu, novel ini memang layak buat direkomendasikan untuk para pasangan muda atau mereka yang akan menikah. Agar bisa termotivasi menjadi istri yang baik dan memupuk cinta dalam rumah tangga seperti perjuangan yang dilakukan Aisha.
***
Data Buku :
Judul : Love, Interrupted
Penulis
: Maya Lestari GF
Penyunting : Ruth Priscilia Angelina
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal
Buku : 272 Halaman
ISBN
: 978-602-03-0423-6
Tahun
Terbit : 2014
*Resensi ini pernah dimuat di harian Tribun Kaltim pada tanggal 15 Februari 2015. Dimuat di blog dengan beberapa penambahan di bagian akhir resensi.*
Kak, kalo boleh tau ini termasuk karya tulis ilmiah/tidak??
BalasHapus