Salah satu konflik yang sering muncul dalam pernikahan adalah konflik
antara menantu dan mertua, dan yang lebih banyak terjadi adalah konflik antara
mertua perempuan dengan menantu perempuan. Hasil riset di Utah State University
menunjukkan, 60% pasangan suami-istri mengalami ketegangan hubungan dengan
mertua, yang biasa terjadi antara menantu perempuan dan ibu mertua (Hal 7).
Banyak Konflik akan semakin besar berpeluang terjadi jika mertua dan menantu
sama-sama tinggal dalam satu rumah.
Setiap pasangan baru tentu menginginkan untuk hidup mandiri dan sudah
punya rumah sendiri, tapi, karena beberapa hal ada yang harus menjalani hidup
setelah menikah di rumah mertua. Seperti dua sisi mata uang, hidup di pondok
mertua indah memang punya kelebihan dan kekurangan. Ada hal baik dan hal buruk
dalam keputusan yang diambil.
Salah satu hal baik jika tinggal
dengan mertua adalah bisa merasakan ketenangan dalam hal tertentu. Misalkan
ketika harus meninggalkan istri untuk bekerja dinas di luar kota, suami akan
merasa lebih tenang karena di rumah istri ada yang menjaga. Atau jika berada
dalam kondisi terdesak mengenai kebutuhan materi atau tersangkut masalah berat,
mertua bisa dimintakan bantuan terkait hal itu. (Halaman 19). Sementara hal
buruknya adalah dengan tinggal di rumah mertua akan membuat sebagian pasangan
menjadi manja dan bergantung kepada orangtua sehingga tidak terlatih untuk
mandiri. (Halaman 20)
Dalam kehidupan sehari-hari tentu banyak hal lain
lagi yang terjadi ketika seorang menantu tinggal di rumah mertua yang
bersinggungan dengan mertua dan menciptakan konflik di antara keduanya. Saat
pertama kali setelah menikah tinggal di rumah mertua, tentu ada perasaan asing.
Merasa ragu ketika keluar kamar untuk berkumpul dengan keluarga pasangan. Tips
untuk keadaan ini adalah kenali keluarga baru anda, dan beradaptasilah.
(Halaman 25)
Persoalan bekerja dan tidak bekerja juga bisa
menimbulkan konflik. Seorang menantu yang terlalu sibuk bekerja dan hanya
sedikit berada di rumah akan bisa menuai kritik dari mertua, untuk bisa
meluangkan waktu untuk keluarga juga. Untuk menantu perempuan, masalah akan
lebih rumit jika sudah memiliki anak. Maka sebagai menantu perempuan yang
bekerja, berusaha menjadi terbaik adalah tuntutan, dan memang merupakan
kewajiban. Sebisa mungkin pilihlah pekerjaan yang mendukung Anda tetap bisa
melakukan kewajiban sebagai istri, ibu, dan pengatur rumah tangga. (Halaman 51)
Masalah yang terjadi jika tidak bekerja adalah
misalkan menantu laki-laki tiba-tiba harus kehilangan pekerjaan, sehingga
menimbulkan pertanyaan bagi mertua kenapa menantunya tidak pergi ke kantor
lagi. Hal ini tidak seharusnya dibiarkan dan membuat mertua dipenuhi akan
prasangka. Jika hal ini terjadi, maka berceritalah, beri alasan, serta berusaha
mandiri dan kreatif, jangan menjadi parasit. (Halaman 36)
Kondisi ketika memiliki buah hati juga bisa
menimbulkan konflik. Tinggal satu atap dengan mertua, sedikit banyak akan
membuat anak juga ‘dipegang’ oleh kakek dan neneknya. Apalagi jika tinggal
serumah. Perbedaan pola asuh antara menantu dan mertua juga sering menjadikan
itu konflik. Misal, mertua bisa dengan mudah berbohong ketika mencoba
menghentikan tangis cucunya. Dengan mengatakan ada kucing lewat yang membuat
anak berhenti menangis. Sementara hal seperti itu sangat dihindari oleh menantu
dalam mendidik anaknya.
Begitupun dengan kebiasaan menonton televisi yang
tidak ingin dibiasakan menantu pada anak-anaknya. Namun, hal itu tidak bisa
dibiasakan karena di rumah mertua sudah terbiasa menonton televisi terus
menerus. Jika berada dalam kondisi
seperti ini maka solusinya adalah bersabar, tetap memegang prinsip,
mengkomunikasikan apa yang Anda inginkan dengan mertua dan ajak mertua bekerja
sama terhadap pola pendidikan yang ingin anda terapkan pada anak-anak anda.
(Halaman 96)
Ada 25 contoh hal-hal yang bisa memicu konflik
dengan mertua yang ada di buku ini. Disajikan dengan ilustrasi kejadian di
masing-masing contoh membuat saya yang biasanya lambat bener kalau baca nonfiksi jadi cepat baca buku ini. Ilustaris kejadian itu juga bisa membuat pembaca lebih memahami konflik yang terjadi
dan membuat isi pembahasan buku lebih mudah dicerna. Untuk setiap pasangan yang
masih tinggal di pondok mertua indah, kuncinya adalah sabar, nikmati, syukuri,
yakini dan instrospeksi. Berusahalah menjadi menantu yang baik, sekaligus
menjadi teman sejati bagi anak mertua, yaitu pasangan anda.
***
Judul : Pondok Mertua Indah (101 Cara Hidup Bahagia
Bersama Mertua)
Penulis : Nunung Nurlaela
Penyunting : Dewi Kartika Teguh Wati
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 148 Halaman
Tahun Terbit : 2014
ISBN : 9786020302003
Ah...akhirnya bisa kebuka juga...:-) btw, detail banget resensinya, sistematis. Keren! Makasih, ya. Di blog juga gak papa, saya sangat senang membacanya. Semoga bisa menjadi acuan untuk pembaca yang ingin membeli buku saya. Sekali lagi, terimakasih, ya...:-)
BalasHapusIni karena targetnya media koran jadi bahasanya kayak gini, Mbak. Hehehe... Tapi belum rezeki tembus ke sana jadi ditayangkan di blog aja. Sama2 ya, Mbak. Semoga lancar untuk karya selanjutnya :-)
HapusAamiin...
BalasHapusSaya tunggu buku solomu ya....;-)
Aamiin... Belum mulai nulis apa2 nih, Mbak :D
HapusWah emak-emak yang hebat.. jadi sebagiaan sedih, kpn aku bisa berhasil nulis buku ya..hikks. Keren bgt ini reviewnya,jadi pengin beli bukunya.
BalasHapusSama, Mbak... Saya juga bertanya-tanya kapan saya punya nafas panjang buat nulis buku. Huhuhu... Ayo kita semangat, Mbak :-)
HapusSaya juga masih terus mencoba. Semoga terpacu terus semangat kita, ya Mak... :)
BalasHapusAamiin... Iya, Mak. Melempem ini semangat nulis bukunya. Hiks. Tahun ini saya mau fokus nulis ke media dulu aja :-)
Hapus